Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta keterangan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Departemen Hukum dan HAM (Depkumham), Zulkarnain Yunus, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat pembaca sidik jari otomatis yang merugikan negara enam miliar rupiah. Zulkarnain diperiksa sejak pukul 09.15 WIB di Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Jumat. Ia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Depkumham saat pengadaan alat itu dilaksanakan pada 2004. KPK telah memerintahkan Ditjen Imigrasi Depkumham untuk mencekal Zulkarnain sejak 23 Januari 2007. Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat pembaca sidik jari otomatis (AFIS), KPK telah menahan dua tersangka, yaitu Kepala Bagian Rumah Tangga dan Perlengkapan Depkumham, Aji Afendi, yang menjadi pimpinan proyek, serta rekanan yang ditunjuk langsung untuk pengadaan itu, Direktur Utama PT Sentral Fillindo, Eman Rahman. KPK menemukan pelanggaran terhadap Keppres No 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Peemerintah karena penunjukan langsung PT Sentral Fillindo tanpa adanya prakualifikasi, negosiasi harga dan penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). KPK juga menemukan adanya penggelembungan harga dari nilai proyek sebenarnya, Rp18,48 miliar, sehingga terjadi kerugian negara sebesar enam miliar rupiah. Dalam pemeriksaan, Aji mengaku menerima uang sebesar Rp375 juta dari Eman sebelum proses pengadaan dilaksanakan. Dari tangan kedua tersangka, KPK telah menyita uang tunai senilai 90 ribu dolar AS dan Rp375 juta serta dua mobil sedan Mercedes-Benz. Selama pemeriksaan, Aji mengaku hanya menjalankan perintah atasan. Mantan Menteri Kehakiman dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, dalam pemeriksaan di KPK, mengaku penunjukkan langsung itu dilaksanakan berdasarkan persetujuan prinsip yang dikeluarkan olehnya. Penunjukkan langsung itu, menurut Yusril, dilakukan karena keterbatasan waktu. Namun, Yusril mengatakan persetujuan prinsip itu diberikan tanpa menyebut nama perusahaan atau jenis merk tertentu. Proses pengadaan itu, menurut Yusril, dilakukan setelah dirinya sudah tidak menjabat menteri lagi. Namun, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) semester I tahun 2006 menyebutkan dalam pengadaan AFIS, Menkeham menyetujui penunjukkan langsung PT Sentral Fillindo, dengan alasan perusahaan itu menguasai teknologi yang secara spesifik diperlukan untuk alat tersebut. (*)

Copyright © ANTARA 2007