Mestinya proses itu kalau sudah penyidikan, maka dibuktikan di pengadilan, kalau semisal tidak bersalah putusannya juga pasti bebas, kalau salah pasti dihukum, criminal juctice system kan begitu,"
Jakarta (ANTARA News) - Polri mengharapkan sebaiknya kasus Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad bisa dibuktikan dan diselesaikan di tingkat pengadilan.
"Mestinya proses itu kalau sudah penyidikan, maka dibuktikan di pengadilan, kalau semisal tidak bersalah putusannya juga pasti bebas, kalau salah pasti dihukum, criminal juctice system kan begitu," kata Kabareskrim Polri Komjen Pol Anang Iskandar, Rabu.
Ketika dijumpai di Mabes Polri, Jakarta, ia mengatakan bahwa berkas kasus Abraham Samad dan Bambang Widjojanto sudah dilimpahkan ke kejaksaan.
"Kasusnya sedang proses, penyidikan juga sudah dinyatakan lengkap, penyidik sudah melakukan tugasnya dengan baik, cumlaude, selanjutnya terserah Kejaksaan," katanya.
Anang tidak menanggapi soal kecewa atau tidak terkait wacana Kejaksaan Agung untuk deponering kasus Abraham dan Bambang.
Ia mengatakan jika penyidik itu bukan soal kecewa atau tidak, namun menjunjung profesionalitas.
Sementara itu, Kejaksaan Agung belum memutuskan tiga opsi penyelesaian kasus eks Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjajanto dan Abraham Samad serta penyidik KPK Novel Baswedan.
"Sampai sekarang, Jaksa Agung belum memutuskan tiga opsi itu," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Amir Yanto.
Ketiga opsi itu, yakni, pertama, perkara tersebut tetap dilimpahkan ke pengadilan, kedua, penerbitan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKP2) dan ketiga, deponering atau pengenyampingan perkara demi kepentingan umum.
"Yang jelas sampai kini masih tiga opsi itu, belum diputuskan," katanya.
Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan deponeering --pengenyampingan perkara demi kepentingan umum-- untuk mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto dan Abraham Samad, merupakan hak prerogatif dirinya meski ada penolakan dari Komisi III DPR RI.
"Deponering itu kewenangan prerogratif (hak istimewa, red) Jaksa Agung," katanya.
Kendati demikian, kata dia, pihaknya perlu mendapatkan pertimbangan dari badan-badan dan lembaga pemerintahan di antaranya dengan Komisi III DPR RI.
Pewarta: Afut Syafril
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016