Palu (ANTARA News) - Sejumlah tokoh masyarakat Banggai Kepulauan (Bangkep) di Sulawesi Tengah, meminta Komnas HAM segera turun lapangan melakukan investigasi terhadap kasus berdarah di kota Banggai yang terjadi Rabu lalu (28/2), karena adanya dugaan terjadi pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia. "Berdasarkan informasi yang saya peroleh dari masyarakat, tindakan aparat kepolisian yang bertugas di lapangan sudah di luar prosedur, sehingga mengakibatkan jatuhnya banyak korban jiwa dan cedera," kata Arifin Musa SH, pengacara senior di Palu, Jumat. Menurut pengacara asal Kabupaten Bangkep tersebut, ihwal kejadian ketika Kapolres Bangkep AKBP Drs M. Nazly pada Rabu pagi (28/2) memasukkan pasukan non-organik dari Luwuk ke kota Banggai untuk membebaskan perkantoran milik pemerintah daerah yang sudah diduduki massa rakyat sejak Selasa dua pekan lalu (20/2). Selaku lembaga yang diberi tanggungjawab oleh negara untuk mengatur ketertiban di tengah masyarakat, katanya, upaya kepolisian ini memang sudah seharusnya dilakukan, sebab kegiatan pemerintahan di ibukota kabupaten itu telah lumpuh total selama lebih sepekan. Akan tetapi, lanjut Musa yang mantan Ketua Asosiasi Advokad Indonesia Cabang Sulawesi Tengah, aparat kepolisian yang bertugas di lapangan seharusnya memperhatikan kondisi psikologis masyarakat yang lagi "marah besar" menyusul kebijakan bupati yang memaksakan diri segera memindahkan ibukota kabupaten dari Banggai ke Salakan. "Informasi yang saya peroleh yaitu saat berlangsung negosiasi, Kapolres menolak permintaan massa rakyat untuk menarik semua pasukan BKO dari kota Banggai, sehingga terjadi ketegangan," kata dia. Ia menyatakan paling merisaukan adalah ketika massa berbondong-bondong merangsek mendekati Mapolsek Banggai untuk melakukan tekanan agar pasukan BKO segera kembali, justru mereka disambut dengan tembakan peringatan ke udara disertai membidik sasaran. "Akibatnya, aksi massa tidak terkendali sehingga terjadilah perang antara personel polisi yang menggunakan senjata api dan masyarakat yang menggunakan batu. Korban dari kedua belah pihak pun tak terelakkan," ujarnya. Musa juga mengatakan sesuai keterangan beberapa korban yang masih hidup dan saksi mata, saat menghadapi massa rakyat aparat kepolisian ketika itu yang sudah bertindak tidak manusiawi. "Mereka tidak saja melakukan tindakan melumpuhkan, tetapi telah menembak mati beberapa warga sipil. Ini sudah melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan konvensi internasional 'Declaration of Human Rights'," katanya. Menurut Musa, mestinya dalam menangani kasus sengketa ibukota Kabupaten Bangkep, termasuk membebaskan perkantoran dari aksi pendudukan oleh massa rakyat, pemerintah tidak perlu menggelar operasi keamanan. Sebab, katanya, masyarakat di sana hanya meminta ketegasan dari pemerintah yaitu begitu ada pernyataan resmi dari pejabat berwenang bahwa daerahnya akan dimekarkan setelah dilakukan pemindahan ibukota kabupaten, mereka akan membubarkan diri dari aksi-aksi yang digelar selama ini. Ia menambahkan bahwa aksi unjuk rasa yang dilakukan massa rakyat di kota Banggai itu secara yuridis dapat dibenarkan, sebab mereka mempertahankan Pasal 10 UU No.51 Tahun 1999 yang menetapkan kedudukan ibukota Kabupaten Bangkep di kota Banggai. "Apalagi pasal itu hingga saat ini belum diamandemen atau dicabut," demikian Arifin Musa. Polisi diserang Kepada wartawan di Palu sebelumnya, Kapolda Sulteng Brigjen Pol Badrodin Haiti, menyatakan jatuhnya korban jiwa tak terelakkan (dalam keributan di kota Banggai pada Rabu lalu), karena ribuan massa menyerang Mapolsek setempat yang hanya dijaga sekitar 50 personel polisi. "Maka dengan sangat terpaksa anggota membela diri setelah berulangkali tembakan peringatan ke udara diabaikan massa," kata dia menegaskan. Badrodin Haiti menjelaskan bahwa dari empat korban tewas, dua di antaranya karena terkena peluru aparat, seorang karena pukulan aparat, dan seorang lainnya karena terkena lemparan massa sendiri. Sementara sekitar 10 orang anggota polisi dan dua anggota TNI menderita luka-luka akibat lemparan batu dari massa, serta sebuah rumah milik anggota polisi yang berada di sekitar Mapolsek Banggai rusak diamuk massa. Ia menambahkan pihaknya telah menerjunkan satu SSK (satuan setingkat kompi) anggota Brimob untuk memperkuat pengamanan di wilayah tersebut yang saat ini mulai kondusif. (*)
Copyright © ANTARA 2007