Tokyo (ANTARA News) - Keputusan Menteri Lingkungan Jepang beralih menyetujui pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara yang baru meragukan kemampuan industri negara tersebut untuk memenuhi target mereka mengurangi emisi gas rumah kaca.
Akibat kebijakan tersebut, Jepang telah menyimpang dari sejumlah negara industri lainnya yang telah membatasi batubara untuk memenuhi komitmen pada emisi karbon yang disepakati 200 negara di Paris dua bulan lalu.
Industri energi listrik menyumbang 40 persen dari emisi gas rumah kaca negara itu.
Keberatan telah diterbitkan Kementerian Lingkungan terhadap lima pembangkit batu baru baru tahun lalu namun ditekan oleh kementerian industri untuk menerima langkah-langkah sukarela perusahaan listrik dalam membatasi emisi.
Jepang bersiap-siap untuk membuka pasar ritel energi listrik pada bulan April, perusahaan bergegas untuk membangun 43 pembangkit batubara atau 20,5 gigawatt kapasitas di tahun-tahun mendatang, sekitar 50 persen peningkatan.
"Opini global semakin bergeser dari batubara namun kementerian lingkungan Jepang beralih untuk menyetujui pembangkit listrik tenaga batubara baru. Ini bertentangan dengan aksi global," kata Direktur Internasional Kelompok Lobi Kiko Network Kimiko Hirata, dikutip dari Reuters, Selasa.
"Kami juga akan memantau dan memeriksa progresnya setiap tahun. Jika kami menemukan industri energi listrik tidak dapat mencapai tujuannya, kami akan mempertimbangkan langkah-langkah baru," kata Menteri Lingkungan Hidup Tamayo Marukawa bulan ini setelah bertemu dengan Menteri Perindustrian Motoo Hayashi untuk membicarakan kesepakatan.
Batubara menarik karena merupakan sumber bahan bakar fosil termurah dan harganya telah merosot dalam beberapa tahun terakhir. Jepang telah mengalihkan sumber energi dalam jumlah rekor sejak bencana Fukushima tahun 2011 yang menyebabkan penutupan reaktor.
Pewarta: Monalisa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016