Jakarta (ANTARA News) - Badan Pusat Statistik (BPS) dalam angka ramalan I (Aram I) memperkirakan, produksi padi 2007 sebesar 53,13 juta ton gabah kering giling (GKG) atau turun 1,27 juta ton (2,33 persen) dibanding 2006. "Penurunan produksi sepenuhnya disebabkan penurunan luas panen, sedangkan produktivitas diperkirakan naik 0,32 kuintal per hektar (0,69 persen). Penurunan luas panen terjadi di Jawa 357,60 ribu hektar (6,27 persen), terutama di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sementara di luar Jawa luas panen diperkirakan naik 3,31 ribu hektar (0,05 persen) terutama di provinsi Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan," kata Deputi Bidang Statistik Ekonomi, Pietojo, di Jakarta, Kamis. Sementara itu, angka sementara (Asem) produksi padi tahun 2006 adalah sebesar 54,40 juta ton GKG, naik 250,92 ribu ton (0,46 persen) dibanding dengan produksi 2005. "Kenaikan produksi terutama disebabkan peningkatan produktivitas sebesar 0,44 kuintal per hektar (0,96 persen) sedangkan luas panen mengalami penurunan 58,69 ribu hektar (0,50 persen)," katanya. Menurut Pietojo, penghitungan Aram I berdasarkan laporan luas tanam hingga bulan Desember, sedangkan untuk nanti Aram II akan dihitung berdasarkan panen Januari-April, dan Aram III Januari-September. Untuk produksi jagung, dia mengatakan, BPS meperkirakan produksi 2007 sebesar 12,38 juta ton pipilan kering naik 770,92 ribu ton (6,64 persen) dibanding produksi 2006 yang diperkirakan 11,61 juta ton pipilan kering. "Kenaikan produksi tersebut terjadi karena penigkatan luas panen sekitar 104,22 ribu hektar (3,11 persen) dan produktivitas sebesar 1,18 kuintal per hektar (3,4 persen)," katanya. Untuk produksi kedelai, menurutnya, BPS memperkirakan produksi 2007 sebesar 745,53 ribu biji kering atau turun 3,51 ribu ton (0,47 persen) dibanding 2006 yang diperkirakan mencapai 749,04 ribu ton biji kering. "Penurunan produksi kedelai diperkirakan karena penurunan luas panen sebanyak 7,44 ribu hektar (1,28 persen), sedangkan produktivitas naik 0,10 kuintal per hektar (0,78 persen)," ujarnya. Dalam kesempatan itu Pietojo juga menyampaikan nilai tukar petani (NTP) pada Desember 2006 tercatat 105,78 atau naik 1,24 persen dibanding NTP November 2006, 104,48, yang disebabkan kenaikan indeks harga yang diterima petani sebesar 3,34 persen, lebih besar dibandingkan dengan kenaikan indeks harga yang dibayar petani 2,07 persen. "Dari 23 propinsi yangdilaporkan pada 2006, 9 propinsi mengalami kenaikan dan 14 propinsi mengalami penurunan. Kenaikan NTP tertinggi terjadi di Jawa tangah yaitu 4,56 persen karena harga produksi GKG naik 11,39 persen, sedangkan penuruna NTP terbesar terjadi di Kalimantan Barat 7,11 persen karena harga produsen karet turun 14,77 persen," katanya. Pada Desember 2006, menurutnya, terjadi inflasi di daerah pedesaan Indonesia sebesar 2,55 persen yang disebabkan karena kenaikan indeks sub kelompok makanan sebesar 4,29 persen, perumahan 0,94 persen, pakaian 0,21 persen dan sub kelompok aneka barang dan jasa naik 0,49 persen Sementara itu, untuk upah nominal harian buruh tani, pada Desember 2006 naik 0,62 persen dibanding November 2006 yaitu dari Rp14.031 menjadi Rp14.118, namun secara riil mengalami penurunan sebesar 1,76 persen dan jika dibandingkan dengan upah desember 2005 (year-on-year) upah nominal naik 10,06 persen. "Upah nominal harian buruh bangunan atau tukang bukan mandor pada Februari 2007 naik 0,63 persen dibanding Januari 2007 yaitu dari Rp35.114 menjadi Rp35.335, dan secara riil naik 0,01 persen. Sedangkan jika dibanding upah Februari 2006, upah nominal naik 4,76 persen," katanya. Untuk upah nominal bulanan buruh industri pada triwulan III 2006 turun sebesar 8,35 persen dibanding upah triwulan II 2006 yaitu dari Rp1,06 juta menjadi Rp972,342 ribu dan secara riil turun 9,40 persen, sedangakn dibanding upah triwulan III 2005 upah nominal naik 3,71 persen.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007