"Kami apresiasi penundaan itu meskipun itu bukan membatalkan secara tuntas rencana revisi UU KPK," katanya di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan, membahas UU memang harus proporsional dan proper serta niatnya harus benar, matang, tuntas, terang benderang dan tidak boleh tergesa-gesa.
Menurut dia, membahas UU harus dibicarakan secara intens dan mendengarkan pandangan semua pihak secara jernih termasuk suara rakyat.
"FPD berharap, apabila sosialisasi yang dilakukan nantinya baik oleh Presiden maupun DPR diikhtiarkan untuk mendapat masukan publik yang obyektif, sehingga harus dilakukan secara komprehensif dan mendengarkan seluruh aspirasi publik dengan jernih," ujarnya.
Dia menjelaskan apabila mau arif dan bijaksana dalam mendengar pandangan publik, dirinya melihat ada dua pandangan yang cukup ekstrem di masyarakat terkait revisi UU KPK.
Pertama menurut dia, KPK harus diberi kewengan absolut melebihi penegak hukum lainnya seperti Kepolisian dan Kejaksaan Agung sehingga tidak boleh disentuh dan dikriminalisasi.
"Revisi UU KPK dianggap pelemahan. Pandangan ini berpendapat bahwa apapun yang dilakukan KPK adalah benar," katanya.
Pandangan kedua ujar Didik, kewenangan KPK terlalu besar karena keluar dari tatanan sistem keadilan sehingga dianggap menghambat pencairan anggaran pembangunan, karena itu perlu pengaturan yang proporsional.
Dia mengatakan, FPD juga berharap, apabila suara rakyat didengarkan sepenuhnya dengan jernih, maka rakyat akan mendukung sepenuhnya.
"Kebijakan dan keputusan idealnya memang harus transparan, terang benderang dan mendengar aspirasi publik. Rakyat perlu dilibatkan agar bisa yakin akan konstruksi penguatan KPK yang diinginkan publik," ujarnya.
Namun untuk penguatan dan keberpihakan utuh terhadap pemberantasan korupsi, dia juga berharap KPK tidak boleh dilemahkan, sebagaimana juga terhadap Kepolisian, Kejaksaan dan Lembaga Peradilan lainnya.
Kedua menurut dia, KPK tidak boleh diintervensi sebagaimana juga terhadap Kepolisian, Kejaksaan dan Lembaga Peradilan lainnya;
"Ketiga, KPK harus didukung, seperti yang harus dilakukan juga terhadap Kepolisian, Kejaksaan dan Lembaga Peradilan lainnya," katanya.
Didik menegaskan FPD ingin memastikan, apabila draf RUU KPK seperti yang diputuskan dalam Rapat Baleg, maka FPD akan tetap menolak.
Hal itu menurut dia mengingat konstruksinya bisa membuka peluang pelemahan KPK karena berpeluang munculnya intervensi, munculnya dualisme otoritas di KPK dan "abuse of power".
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016