Jakarta (ANTARA News) - Langkah Indonesia mendukung program nuklir Iran dan menolak pemberian sanksi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kepada Iran akan membentuk citra positif di dalam negeri dan di mata negara Islam. "Kalau Indonesia mendukung Iran dan menolak penjatuhan sanksi Dewan Keamanan PBB pada Iran, maka itu bagus untuk politik dalam negeri bahwa Presiden Yudhoyono dan pemerintah Indonesia berperan aktif dalam melakukan advokasi pada konflik Timur Tengah," kata Direktur Eksekutir Lembaga Studi Pertahanan dan Strategis Indonesia(LPSI) Rizal Dharma Putra di Jakarta, Kamis. Terkait dengan sanksi akan dijatuhkan Dewan Kemanan PBB kepada Iran terkait dengan program nuklirnya, Rizal mengatakan, Indonesia tidak memiliki posisi kuat dalam Dewan Keamanan PBB, sehingga suara dukungan pada Iran bisa diabaikan. "Kalau tentang dukungan itu bagus untuk citra Indonesia, tapi di dalam Dewan Keamanan PBB, nilai tawar Indonesia tidak terlalu besar, karena hanya anggota tidak tetap, sehingga suaranya bisa diabaikan," katanya. Dewan Keamanan PBB, katanya, akan melakukan lobi pada anggota tetap atau anggota tidak tetap untuk memberi dukungan dalam menjatuhkan sanksi pada Iran. "Kemungkinan besar, negara lain anggota tidak tetap bisa mendukung pemberian sanksi atau seridak-tidaknya bersikap abstain," tambahnya. Secara terpisah, anggota Komisi I DPR Permadi mengungkapkan dukungan Indonesia terhadap Iran adalah langkah tepat. "Saya mendukung langkah itu, tidak perlu mendukung Dewan Keamanan PBB untuk menjatuhkan sanksi pada Iran dengan program nuklirnya, yang sebenarnya tidak perlu ditolak atau mengajukan keberatan karenanya," kata Permadi. Anggota Fraksi PDIP itu juga mengatakan sudah seharusnya Indonesia mendukung Iran dan Korea Utara supaya terjadi keseimbangan kekuatan dengan Amerika dan Israel, yang dengan bebas mengembangkan nuklir, sementara menolak negara lain melakukan hal sama. "Tidak perlu mendukung Dewan Keamanan PBB untuk memberikan sanksi pada Iran. Bila perlu, menentangnya dan mendukung Iran," tambahnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007