Jakarta (ANTARA News) - Paguyuban Genaro Ngalam (GN) mengadakan pagelaran ludruk, seni tradisi yang lekat dengan masyarakat Jawa Timur.
"Kami ingin melestarikan salah satu budaya Tanah Air, ludruk Jawa Timur," kata Dewi Bob, Ketua Panitia Pagelaran Seni Tradisi Ludruk Jawa Timur, kepada ANTARA News, di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Minggu.
Dewi menjelaskan ludruk memiliki peran penting di masa perjuangan perang kemerdekaan. Saat itu ludruk sering dipentaskan di kalangan masyarakat dalam bahasa daerah yang pengucapannya dibalik (contoh, makan menjadi nakam yang dalam bahasa daerah dibalik menjadi nangam).
Hal ini, menurut Dewi, selain untuk menghibur, lebih penting lagi adalah untuk menyampaikan pesan-pesan penting di antara para pejuang sehingga tidak dipahami oleh lawan.
Dewi bercerita ide membuat pagelaran ludruk tersebut lahir pada akhir tahun lalu, ketika paguyuban GN ingin membuat seni tradisi ludruk. Kemudian, yang terlintas dalam benak pengurus paguyuban pada saat itu adalah legenda asmara "Sam Pek Eng Tay".
"Setelah melihat agenda, ternyata Februari bertepatan dengan Imlek. Dan, kebetulan tanggal pementasan juga tepat dengan Cap Go Mek, sehingga disajikan bentuk acara bernuansa Imlek," kata Dewi.
"Tacik Pecinan Kepencut" yang terinspirasi dari "Sam Pek Eng Tay" itu bercerita tentang kisah cinta yang tak terampaikan. "Seperti cerita Romeo dan Juliet," ujar Dewi.
Uniknya, pagelaran seni tradisi tersebut tidak hanya menyajikan ludruk, tetapi juga menghadirkan seni tradisi lainnya termasuk gamelan, tari Remo, kidung dan pertunjukan barongsai.
Meski dimeriahkan oleh para pelawak kawakan seperti Eko DJ, Doyok, Kadir dan Polo, seni tradisi ludruk tersebut dibawakan dengan bahasa Indonesia agar lebih menarik anak muda.
"Kami ingin menggali kembali seni ludruk ini. Kami mengemasnya tidak 100 persen ludruk asli, kami ingin memberikan sentuhan kolaborasi," kata Dewi.
Selain memadukan sejumlah seni tradisi dengan tema yang unik, kolaborasi tersebut juga terlihat dalam pemain ludruk yang tidak hanya terdiri dari pemain profesional, namun juga para pelajar.
"Persiapan 2 bulan, efektif 6 kali setiap Sabtu karena kebanyakan anak muda, pelajar. Pemain 50 orang, panitia 60 orang, pendukung 50, total sekitar 200 orang," ujar Dewi.
Tidak hanya sampai di situ, pagelaran seni tradisi ludruk Jawa Timur bertajuk "Tacik Pecinan Kepencut" itu juga memiliki misi sosial. Paguyuban GN bermaksud untuk memberikan tali-asih kepada pegiat dan seniman ludruk yang setia tanpa pamrih melestarikan ludruk agar tidak punah dan tetap digemari.
"Pagelaran memiliki tujuan sosial kepada para pekerja seni yang memiliki dedikasi tinggi," kata Dewi.
"Ingin sekali budaya Tanah Air terus langgeng. Apa pun bentuk kolaborasinya nanti, budaya-budaya ini harus terakomodir, dan terus dilestarikan," tambah dia.
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016