Yogyakarta (ANTARA News) - Pakar telematika Roy Suryo dan Tim Geologi, Geofisika dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Yogyakarta, tengah berusaha mengungkap misteri suara gemuruh dari dalam tanah yang sering terdengar dari sebuah lokasi di Dusun Menciran, Imogiri, Bantul, sejak gempa besar melanda daerah itu 27 Mei tahun lalu. Tim itu, Kamis petang, memasukkan sebuah kamera infra merah berdiameter 5,5 cm ke dalam lubang pemboran yang dibuat sejak Selasa (20/2) lalu, untuk merekam kondisi di dalam tanah sebagai bahan penelitian.Pengeboran yang dibantu sejumlah siswa jurusan geologi pertambangan SMKN II Sleman tersebut dilakukan di halaman rumah milik Arjo Winangun (85) di Dusun Menciran yang diduga menjadi salah satu sumber suara gemuruh. Tim ini telah mengebor sampai kedalaman 50 meter dengan diameter lubang pengeboran tujuh centimeter. Pakar telematika Roy Suryo pemilik kamera infra merah mengatakan, USCV (Underground Surveillance Video Camera) yang memiliki kemampuan merekam gambar di tempat gelap ini akan mengambil gambar pada kedalaman 18-50 meter. Setelah direkam gambarnya akan dianalisa batuan apa saja yang ada di dalam tanah tersebut. "Kamera ini akan merekam struktur batuan serta material yang ada di dalam," katanya. Durasi pengambilan gambar di dalam lubang pengeboran selama dua jam. Ada satu lagi kamera pemandu arah selama kamera utama masuk ke dalam lubang. Kamera utama hanya bekerja ke samping untuk merekam gambar batuan yang ada. Menurut koordinator tim peneliti, Ir Joko Soesilo MT, pengambilan gambar dimulai pada kedalaman 18 hingga 50 meter. Sebab, pada kedalaman 1-18 meter, material yang ada hanya berupa pasir yang mudah lepas. Untuk memperlancar masuknya kamera ke lubang pengeboran, tim peneliti memasukkan air jernih ke lubang itu untuk melicinkan jalannya kamera hingga pada kedalaman 50 meter. "Air pelicin ini perlu, karena struktur tanahnya keras," kata dia. Perjalanan kamera di dalam lubang pengeboran dapat dilihat langsung oleh warga masyarakat melalui monitor yang terpasang di lokasi setempat. Banyak warga yang datang ke lokasi itu untuk melihat proses pengambilan gambar di dalam tanah, yang sejak gempa 27 Mei 2006 dari dalam tanah tersebut sering terdengar suara gemuruh yang cukup meresahkan warga. Arjo Winangun pemilik rumah yang tanah halamannya dibor mengaku sempat merasa ketakutan dengan suara gemuruh yang didengarnya dari dalam tanah setempat. Kata dia, suara gemuruh tersebut bisa muncul setiap saat, bahkan setelah dibor pada hari pertama (Selasa, 20/2) lalu, pada malam harinya masih terdengar dua kali suara gemuruh. Suara itu terdengar di empat tempat, yakni di wilayah RT 02 Dusun Menciran serta di tiga pekarangan rumah milik warga lainnya. "Suara gemuruh ini terdengar bergantian dari tempat-tempat tersebut," katanya. Aman Tim Geologi, Geofisika dan Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta sebelumnya menyatakan, setelah tim ini melakukan pengeboran tanah di lokasi tersebut hingga kedalaman 20 meter dan tidak ditemukan rongga, indikasinya tanah setempat aman. Ketua tim peneliti, Ir Joko Soesilo MT mengatakan, pada pengeboran hingga Selasa (27/2) lalu sampai kedalaman 42 meter juga tidak ditemukan rongga. Menurutnya, dari segi geologi, daya dukung tanah di kawasan itu aman karena lapisan sedimen sangat kuat. Pada pengeboran hingga kedalaman 42 meter hanya ditemukan material lepas seperti kerikil dan lempung. Sedangkan mengenai sumber suara gemuruh di dalam tanah itu, menurut Joko, belum berhasil menemukan. Tetapi suara gemuruh yang didengar warga setempat kemungkinan pertama bersumber dari retakan batu yang pecah akibat gempa dan saling mencari keseimbangan. "Kemungkinan kedua, karena rongga yang ada di batu gamping kemasukan sedimen yang ada di atasnya," kata dia. Indikasi yang kedua ini berdasarkan pada jarak sekitar dua kilometer dari lokasi yang dibor, yaitu di Dusun Barongan, Desa Sumberagung, Kecamatan Jetis ditemukan lapisan batu gamping pada kedalaman 34 meter saat dilakukan pencarian sumber air bersih beberapa waktu lalu setelah gempa 27 Mei 2006. Menurut dia, material yang terangkat dari pengeboran tersebut diteliti di laboratorium UPN Veteran Yogyakarta guna mengetahui hasil akhir dari penelitian tim ini. Kata Joko, saat ini tidak ada yang perlu dikhawatirkan, karena kondisi tanah setempat sudah dinyatakan aman. Ia mengimbau Pemkab Bantul untuk melakukan `edukasi` kepada warga dusun setempat, misalnya melalui kelompok tani, forum pertemuan warga tingkat RT atau RW, Karang Taruna, dan forum lainnya di masyarakat, agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi mengenai suara gemuruh tersebut.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007