Surabaya (ANTARA News) - Gubernur Jawa Timur, Imam Utomo, mengatakan bahwa dana untuk keperluan pengungsi luapan lumpur panas dari proyek PT Lapindo Brantas Inc. mencapai Rp3,5 triliun, dan pihak Lapindo sudah memenuhi sebanyak Rp2,5 triliun, sehingga yang diajukan ke Presiden senilai Rp1 triliun.
"Kami menyarankan dalam surat kepada Presiden, kalau ganti rugi kepada pengungsi berupa uang, maka kebutuhannya Rp3,5 triliun, baik untuk tambahan maupun pengungsi yang lama. Nah, kekurangannya bagaimana? Minta tambahan Lapindo atau dari Pemerintah?," ujarnya di Kantor Pemerintah Provinsi Jatim, Surabaya, Kamis.
Ia mengemukakan hal itu usai menerima Wakil Ketua Komnas Hak Asasi Manusia (HAM), Kusparmono Irsan, yang tengah mengumpulkan data kualitatif terkait masalah sosial, khususnya efek samping luapan lumpur dari proyek PT Lapindo Brantas Inc. di Kabupaten Sidoarjo sebagai bahan masukan ke Pemerintah pusat.
"Komnas HAM ingin mengecek pengungsi Lapindo pasca ledakan pipa Pertamina, karena ada 4.000 KK yang belum mendapatkan santuan. Kemudian pengurussannya bagaimana, saya katakan kami sudah mengurus semuanya," katanya.
Tentang rekomendasi Komnas HAM, Imam mengemukakan, meminta agar Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 13 yang akan segera selesai, agar mengatur lebih lengkap lagi, karena PT Lapindo Brantas Inc. belum tentu bakal meneruskan mengurusi pengungsi korban luapan lumpur dari proyeknya.
"Dia juga bertanya, apakah Pemda mempunyai uang? Saya jawab, Pemda
nggak punya uang, maka kami minta ke Pemerintah pusat. Kami minta Komnas HAM, agar pusat mengambil alih masalah Lapindo ini," katanya menegaskan.
Imam juga mengatakan, kalau dirinya sudah berkirim surat, dan Komnas HAM mengatakan, hal itu sebagai tindakan tepat, karena permasalahan ini tidak bisa terus menerus, sehingga perlu ditanyakan siapa yang akan mengatasi lumpur kalau Keppres selesai.
Sementara itu, Kusparmono Irsan, mengatakan bahwa hak-hak sosial, ekonomi dan hak budaya warga Porong, Sidoarjo, yang terkena luapan lumpur dari proyek Lapindo banyak yang terlanggar.
"Kami sedang meneliti, Pak Gubernur menjawab ganti rugi untuk pengungsi sudah ada beberapa bagian yang terpenuhi, namun ada yang belum terpenuhi pasca-ledakan, sehingga ini menjadi masalah," katanya.
Hal kedua, ujar dia, pihaknya ingin mencari pola, apakah mekanisme yang selama ini berkembang masih bisa dipertahankan, apa tidak perlu ada undang-undang bencana alam, sebab kalau dalam Keppres 111 yang diperankan gubernur hanya koordinator, padahal sebenarnya merupakan bentuk operasional yang terintegrasi.
"Saya sudah tiga kali ke Porong, Hak-hak
ecosoc (economic and social) tercabut, dan ini harus dikembalikan. Hak-hak perempuan, hak-hak atas rasa aman, hak-hak kepemilikan dan sebagainya. Warga nggak aman, tidak bisa sekolah dan bekerja," ujarnya menambahkan. (*)
Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007