"Ecomasjid dimaksudkan agar masjid menjadi sarana sosialisasi, menghimbau umat agar senantiasa menjaga kelestarian hutan dan lingkungan sekitar melalui dakwah, baik secara lisan, tulisan maupun tindakan nyata," kata KH Arifin Ilham, selaku pembina Masjid Azzikra Sentul.
Peluncuran Ecomasjid yang dibarengi dengan kegiatan Semiloka ini dihadiri oleh Direktur Konservasi Tanah dan Air, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktur Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan, Ketua Dewan Pengarah Indonesia Bergerak Selamatkan Bumi, Prof Din Syamsuddin, Sekjen DMI, Imam Addaruquthni, dan Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI, Hayu Prabowo.
Ecomasjid memiliki empat program utama yakni penghijauan, konservasi air, sanitasi dan pengolahan sampah.
Sekjen DMI, Imam Addaruquthni mengatakan, masjid memiliki peran selain sebagai tempat peribadatan umat Islam, juga secara fungsional sebagai "driving force" bagi kebajikan lingkungan dalam arti seluas-luasnya, seperti solidaritas sosial, dan juga solidaritas kelompok (komunal).
"Sejarah mencatat peran fungsional masjid, penyemai nilai-nilai dan etos transformatif, dan pemuliaan lingkungan hayati bio-enviroment berdasarkan atas konsep tawheed al-wujud yaitu kesatuan relasional wujud (alam, manusia, dan Allah)," katanya.
Imam mengatakan, masjid menumbuhkan dan menghidupkan etos pemeliharaan dan kelangsungan hayati (himayah wa tanmiyah biat al-hayah) yang menjadi makna antara dari ujaran bahwa masjid itu menghidupkan dan memakmurkan.
Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI, Hayu Prabowo, mengatakan, masjid memerlukan kesinambungan sumber daya air yang suci dan menyucikan sebagai salah syarat sahnya ibadah, serta sanitasi dan kesehatan lingkungan yang baik guna menjaga kesucian dan kesehatan masjid.
"Masjid perlu berperan aktif untuk meningkatkan kesadaran umat muslim sebagai potensi terbesar bangsa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup guna kelangsungan kehidupan seluruh makhluk di bumi," katanya.
Menurutnya, peran masjid sangat penting dalam mendorong dan membentuk umat serta meningkatkan peran masyarakat adlam pemuliaan lingkungan hidup yang tercermin dalam tindakan dan perilaku kehidupan umat muslim sehari-hari dalam melaksanakan ibadah dan muamalah yang ramah lingkungan serta menambah manfaat bagi perekonomian bagi jamaah dan masjid itu sendiri.
Program Ecomasjid mendapat dukungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari nota kesepakatan anatara Menteri LHK dan sembilan tokoh lintas agama untuk peduli terhadap kelestarian lingkungan yang ditanda tangani pada 26 November 2015 lalu.
"Salah satu aksi yang dilakukan adalah Eco rumah ibadah," katanya.
Dijelasknnya, tindak lanjut dari peluncuran ecoMasjid adalah penanaman pohon serta pembangunan kurang lebih 4.000 bibit yang diberikan kepada 36 perwakilan masjid se-Jabodetabek. Tercatat kurang lebih ada sekitar 850.000 masjid di Indonesia, apabila 100 pohon ditanam di setiap masjid, maka pohon yang tertanam mencapai 85 juta yang ekuivalen seluas 2,12 juta hektare.
"Luasan penghijauan ini akan semakin besar bila seluruh rumah ibadah melakukan hal serupa. Program penanaman pohon yang telah dituangkan dalam RPJMN Kementerian LHK periode 2015-2019 ditargetkan seluas 5,5 juta hektare yang dialokasikan kurang lebih 1,045 juta hektare pertahun," katanya.
Program ecoMasjid juga sesuai dengan agenda kelima Nawa Cita yang menjadi program Indoensia sehat yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, dan arah kebijakan Kementerian Kesehatan 2015-2019 yakni mengutamakan upaya promotif dan preventif.
"Salah satu kegiatan yang cukup efektif melalui implementasi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) sebagai pendekatan untuk merubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan untuk mendukung pemenuhan akses air minum dan sanitasi berkelanjutan," kata Direktur Penyehatan Lingkungan, Kemenkes, Imran Agus Nurali.
Dikatakannya, berdasarkan survei yang dipublis oleh Bappenas menujukkan kondisi sanitasi yang baik akan menekan biaya pengobatan keluarga sebesar Rp350 ribu per tahun karen angka kematian bayi menurun hingga 80 persen, menurunkan prevalensi penyakit berbasis lingkungan terutama insiden diare hingga 70 persen yang juga berdampak menurunkan angka absensi atau ketidakhadiran murid ke sekolah rata-rata delapan hari per tahun menjadi empat sampai lima hari pertahun dan meningkatkan produktivitas orang dewasa sebesar 17 persen.
"Memelihara kebersihan serta kesehatan khususnya yang berkaitan dengan air, sanitasi serta perilaku bersih, begitu penting, karena perkiraan kerugian tersebut mencapai Rp56 triliun per tahun," katanya.
Imran menambahkan, kerugian tersebut termasuk hilangnya pendapatan karena tidak masuk kerja, menurunnya kunjungan wisatawan, biaya pengobatan dan pengolahan air baku.
"Biaya sebesar itu dapat dialihkan untuk kegiatan produktif dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin," katanya.
Ketua Dewan Pengarah Indonesia Bergerak Selamatkan Bumi (Siaga Bumi), Prof Din Syamsuddin mengatakan, krisis lingkungan hidup dengan berbagai manisfestasinya seperti perubahan iklim dan pemanasan global sejatinya adalah krisis moral.
"Karena manusia memandang alam sebagai obyek bukan subjek dalam kehidupan semestas," katanya.
Dikatakannya, penanggulangan terhadap masalah lingkungan dan perubahan iklim haruslah dengan pendekatan moral. Pada titik inilah agama harus tampil berperan melalui kolaborasi lintas agama, dan perlu dimulai dari rumah ibadah masing-masing.
"Keberhasilan menciptakan rumah ibadah yang ramah lingkungan adalah penjelmaan dari hati bersih dan pikiran jernih umat beragama dan merupakan titik-tolak upaya menciptakan negeri yang asri, nyaman, aman sentosa," katanya.
Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016