Jakarta (ANTARA News) - Seri paling terkini dari jajaran pesawat tempur multi peran dari Saab, JAS39 Gripen NextGen, dinyatakan siap diterbangkan pada pertengahan Mei dari hanggar produksi di Linkopping, Swedia.
Disebut-sebut, JAS39 Gripen NG ini juga ditawarkan kepada TNI AU untuk menggantikan F-5E/F Tiger II di Skuadron 14 atau pada program pengadaan pesawat tempur berikut.
Dalam penjelasan kepada Antaranews di Singapore Air Show 2016, Changi, Kamis (18/2), Kepala Pemasaran Gripen Saab, Richard Smith, menegaskan, tiga unit JAS39 Gripen NG (juga dikenal dengan nama Gripen E/F, hasil pengembangan Gripen C/D), siap untuk diuji terbang.
Seri Gripen NG dibeli Angkatan Udara Kerajaan Swedia (60 unit) dan Angkatan Udara Brazil (36 unit) dibarengi skema transfer teknologi skala penuh dan 15 dibuat di Brazil).
Saab pada Dubai Air Show November 2015 mengumumkan bahwa pembangunan konstruksi dasar JAS39 Gripen NG pertama sudah dimulai. Saat itu, tiga unit pertama JAS39 Gripen NG dinyatakan akan dipergunakan sebagai pesawat uji.
Saat Antaranews berkunjung ke hanggar produksinya di Linkopping, pada Maret 2015, diperagakan beberapa ubahan utama dari sisi struktur pesawat tempurnya.
Di antara yang paling menonjol adalah perubahan ruang roda pendarat perut, yang membuka dan menutup ke arah luar alias ke sayapnya sehingga as utama roda pendarat ini lebih merapat ke bodi utamanya.
Tujuannya memberi ruang lebih banyak untuk sistem persenjataan sehingga dia lebih mematikan dalam ooperasionalisasinya.
Salah satu perbedaan pokok sekaligus peningkatan yang diterapkan di JAS39 Gripen NG itu adalah radar AESA (Active Electronically Scanned Array) yang berasal dari generasi terkini Selex.
Seri yang akan dipakai untuk radar AESA ini adalah Selex Galileo Raven ES-05 AESA, yang berisikan sensor aktif dan pasif hasil penggabungan sensor komando pusat dan sensor fusi. Keputusan kolaborasi Saab dan Selex soal radar AESA ini dicapai pada Farnborough Air Show 2014.
Selex juga mengembangkan dan menyuplai sensor pasif Skyward-G Infra Red Searh & Track (IRST) dan sistem IFF (Identification Friend or Foe), sistem umpan aktif (active decoy) BriteCloud sebagai sarana peperangan elektronika JAS39 Gripen NG.
Jika Gripen NG memakai produk Selex maka Eurofighter Typhoon memilih memakai sistem dari BAE Systems, yaitu de-risk E-Scan AESA radar.
Selex Galileo Raven ES-05 AESA memiliki antena pokok yang posisinya telah disempurnakan sehingga bisa mencakup 100 derajad di muka. Inilah salah satu andalan yang dinyatakan Saab bakal meningkatkan kewaspadaan situasional dan sekaligus menjadi pijakan dia untuk bertahan sekaligus menyerang.
Yang menjadi salah satu pertimbangan adalah “sapuan” monitoring dan identifikasi oleh radar ini menjadi lebih luas sehingga jumlah obyek yang bisa diidentifikasi, disikapi, dan disasar menjadi lebih banyak dan akurat.
Antena radar AESA ditingkatkan kemampuannya dengan cara menerapkan exciter/receiver dan prosesor digital penuh Line Replacable Unit (LRUs), sehingga bisa lebih canggih dalam berbagai mode fungsi operasi, yaitu superioritas udara-ke-udara, udara-ke-permukaan, dukungan udara, dan lain-lain.
Radar AESA juga diyakini lebih canggih dan mudah serta murah dalam perawatan ketimbang radar Passive Electronically Scanned Array-PESA atau pulse doppler, yang memerlukan perawatan besar tiap 100 jam operasional.
Selain sektor penginderaan dan kewaspadaan situasional yang makin canggih, JAS39 Gripen NG juga memiliki cantelan serta aplikasi antar muka yang membuat dia bisa meluncurkan peluru kendali Meteor dari MBDA, Prancis.
“Inilah pesawat tempur multi peran pertama di dunia yang bisa meluncurkan Meteor. Ini sangat membuat dia semakin mematikan,” kata Smith.
MBDA Meteor yang digerakkan ramjet inilah imbangan atas AIM-120 AMRAAM dari Raytheon, Amerika Serikat, dan versi terkininya, AIM-120D, yang dipakai luas di Angkatan Udara Amerika Serikat, Singapura, dan lain-lain.
Sistem propulsi MBDA Meteor diyakini memiliki dua keunggulan utama atas sistem roket berbahan bakar padat sebagaimana pada AIM-120 series, yaitu pada akselerasi awal hingga akhir dan ketiadaan subsistem oksidizer. Walhasil, energi dan percepatan kinetiknya mengagumkan.
Sistem penginderaan komputer dan pendorong (ECPU) Meteor akan mampu membaca arah dan kecepatan target.
Jika diperkirakan target akan berada di luar jarak jangkauannya maka ramjetnya akan bekerja lebih keras untuk mencapai percepatan tertingginya. Untuk Gripen, Meteor telah diujicoba pada 2006 lalu, di air weapon range Vidsel, Swedia, dan sukses.
Selain untuk Gripen, Meteor juga direncanakan bisa ditembakkan dari sesama pesawat tempur bersayap kanard, yaitu Rafale (Dassault, Prancis), dan Eurofighter Typhoon (Airbus Military), namun kedua yang terakhir ini belum pada fase siap operasional.
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016