Jakarta (ANTARA News) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said menyatakan untuk merevisi harga minyak mentah Indonesia di tengah gejolak penurunan harga komoditas itu secara global, harus realistis.
"Melihat situasi saat ini, dimana harga minyak dunia belum beranjak naik dan hanya mengalami sedikit penguatan, pemerintah nampaknya harus lebih realistis dalam menetapkan harga minyak Indonesia," kata Sudirman di gedung Direktorat Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat.
Meskipun akan menurunkan Indonesia Crude Price (ICP), Sudirman berharap kalkulasi perhitungan dapat dilakukan dengan tepat, namun dirinya belum bisa memastikan berapa harga ICP yang sesuai dan akan dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P 2016) jika akan direvisi.
"Tapi, kalau harga 50 dolar AS per barel itu, bukan harga yang realistis untuk saat ini," ujar Sudirman lagi.
Menurut dia, penentuan harga ICP ini akan sangat bergantung pada kalkulasi kurs dan beban impor. Sedangkan untuk penghitungan sendiri, menjadi wilayah kerja Kementerian Keuangan.
"Yang saya sediakan adalah data produksi lifting, nanti biar pak Menteri Keuangan yang menghitung dan kita hanya akan sampaikan masukan-masukan," ujarnya lagi.
Kendati demikian, Sudirman berkeyakinan pada tahun 2017 nanti harga minyak dunia akan menunjukkan tren positif dan kembali pada harga normal.
Hal itu didasari pada pertemuan antara Arab Saudi dengan Rusia dan Venezuela yang berencana untuk menjaga produksi minyaknya, ditambah dengan kabar Iran yang juga akan ikut untuk menjaga produksi minyaknya.
Karena itu, Sudirman berkeyakinan pada 2017 harga minyak akan menunjukkan keseimbangannya, yaitu di antara 30 dolar AS sampai 40 dolar AS per barel.
Menurutnya, keseimbangan harga minyak merupakan hal yang sangat penting, mengingat bila harga minyak terlalu rendah, akan membuat industri mengalami kebangkrutan dan menimbulkan krisis.
"Namun, apabila harga terlalu tinggi, negara-negara penghasil minyak akan terus menggenjot produksinya dan mengakibatkan fenomena ini akan terulang kembali," ujarnya pula.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, revisi ICP yang akan dilakukan pada APBN-P 2016, tidak diikuti oleh target lifting yang telah tertulis di APBN 2016.
Sudirman menyatakan, pemerintah memastikan tidak akan merevisi target lifting, karena target lifting tahun lalu tidak meleset jauh dari realisasinya.
Bukan hanya itu, para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) juga masih memegang komitmen atas target liftingnya masing-masing.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo memprediksi harga ICP akan makin terperosok di bawah 40 dolar AS per barel pada tahun ini.
Agus menyatakan harga ICP ini turun dari perkiraan BI sebelumnya yakni pada posisi 46 dolar AS per barel.
"Kami perkirakan pada tahun ini ada pada angka 37 dolar AS per barel," kata Agus saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (18/2).
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016