Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Agung 2001-2008 Bagir Manan menyarankan Presiden Joko Widodo meminta DPR menunda revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tidak ada kebutuhan untuk merevisi.
"Presiden bisa meminta DPR menunda revisi RUU KPK. Dengan mempertimbangkan tuntutan publik, belum waktunya merevisi UU KPK ini," kata Bagir dalam diskusi Tolak Rencana Revisi UU KPK di Jakarta, Kamis.
Ia menilai semua pihak tidak cukup menolak revisi dalam bentuk pernyataan, tetapi harus ikut memikirkan seandainya UU KPK direvisi dan disahkan dalam paripurna.
Jika hal tersebut terjadi, kata dia, ketegasan pemerintah, terutama Presiden sangat ditunggu.
"Kita yakinkan pemerintah harus menolak. Kalau itu nanti disahkan, adakah cara kita menolak? Ini sebenarnya yang harus dipikirkan," ucapnya.
Meski begitu, Bagir berpendapat Presiden harus hati-hati dalam mengeluarkan argumen terkait penolakan masyarakat karena revisi baru sebatas rancangan, belum dijadikan RUU untuk kemudian dibahas antara pemerintah dan DPR.
Dalam kesempatan tersebut, Sosiolog Universitas Indonesia Imam Prasodjo juga mengajak berbagai tokoh meminta Presiden tidak mengesahkan revisi UU KPK jika DPR menyetujui revisi tersebut.
"Kalau nanti lolos di DPR, mari kita meminta Presiden tidak mengesahkan," ujar dia.
Terdapat empat poin yang ingin dibahas dalam revisi UU KPK, yakni pembatasan kewenangan penyadapan, pembentukan dewan pengawas, kewenangan KPK dalam menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) serta kewenangan rekrutmen penyelidik dan penyidik.
Atas empat poin yang dianggap akan melemahkan KPK tersebut, penolakan revisi UU KPK oleh pegiat antikorupsi maupun akademisi semakin kuat, mereka juga mendesak pemerintah menolak revisi UU KPK oleh DPR.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016