Sebelum kami masuk, ada namanya `gentlement agreement` antara Plt dan pemerintah, ada revisi UU KPK. Dengan empat poin,"

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengungkapkan kesepakatan awal antara pimpinan KPK periode sebelumnya dengan Presiden Joko Widodo yang terikat dalam "gentlemen agreement" terkait revisi UU KPK.

"Sebelum kami masuk, ada namanya gentlement agreement antara Plt dan pemerintah, ada revisi UU KPK. Dengan empat poin," ujar dia di Jakarta, Kamis.

Empat poin revisi UU KPK yang disepakati tersebut adalah KPK boleh mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri, penyadapan tidak memerlukan izin pengadilan, perlu dibentuknya Dewan Pengawas dan KPK bisa mengeluarkan SP3.

Meski terdapat kesepakatan tersebut, ia mengatakan pimpinan KPK sekarang tidak harus mengikuti kesepakatan untuk melakukan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Apalagi, tutur dia, saat melihat poin rancangan revisi yang diajukan Baleg DPR tidak ada ada yang menguatkan KPK, pihaknya tidak menyepakati keinginan untuk melakukan revisi.

"Katanya menguatkan, kami lihat semua, tak ada satupun yang menguatkan. Sadap izin Dewan Pengawas, tidak boleh lagi angkat penyelidik dan penyidik KPK, diberi SP3," ucap Laode.

Setiap revisi, ujar dia, harus dilakukan melalui diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan, terutama akademisi serta melibatkan lembaga yang akan direvisi, tapi DPR tidak melakukan kedua hal tersebut.

Untuk itu, ia menegaskan KPK menolak revisi UU KPK. Jika pembahasan revisi UU KPK berlanjut di DPR, ucap Laode, maka KPK akan mengkomunikasikan permintaan penolakan kepada Presiden seusai kembali dari AS.

Terdapat empat poin yang ingin dibahas dalam revisi UU KPK, yakni pembatasan kewenangan penyadapan, pembentukan dewan pengawas, kewenangan KPK dalam menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) serta kewenangan rekrutmen penyelidik dan penyidik.

Atas empat poin yang dianggap akan melemahkan KPK tersebut, penolakan revisi UU KPK oleh pegiat antikorupsi maupun akademisi semakin kuat, mereka juga mendesak pemerintah menolak revisi UU KPK oleh DPR.

Pewarta: Dyah Dwi A
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016