Masa deposito maunya jauh di atas inflasi. Di atas inflasi udah oke, tapi tidak terlalu tinggi, ya kan. Jadi tidak rendah, juga tidak tinggi,"
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan mengatur agar deposan dari badan usaha milik negara (BUMN) tidak meminta bunga deposito yang tinggi kepada perbankan, sehingga suku bunga kredit dapat turun dan bisa memacu kegiatan ekonomi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonoian Darmin Nasution di Jakarta, Kamis, mengatakan pemerintah akan menetapkan tingkat bunga deposito dana BUMN tidak terlalu tinggi di atas laju inflasi.
"Masa deposito maunya jauh di atas inflasi. Di atas inflasi udah oke, tapi tidak terlalu tinggi, ya kan. Jadi tidak rendah, juga tidak tinggi," kata Darmin yang menyampaikan salah satu simpulan hasil rapat di Kantor Wakil Presiden itu.
Namun Darmin masih enggan mengungkapkan secara rinci besaran di atas inflasi yang menjadi acuan bunga deposito dana BUMN itu. "Tidak bisa dibilang dulu, tapi sudah ada (besarannya)," ujarnya.
Menurut Darmin, peserta rapat yang membahas suku bunga di Kantor Wapres pada Kamis ini, menyetujui usulan itu, termasuk Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian BUMN.
Untuk membahas langkah-langkah lanjutan dalam upaya mendorong penurunan suku bunga perbankan, Darmin akan membentuk tim di kantornya, yang juga beranggotakan pihak dari BI dan OJK.
Darmin mengatakan selama ini, BUMN yang menaruh deposito dalam jumlah besar di perbankan, kerap meminta suku bunga simpanan yang tinggi, dengan kisaran dua digit. Tingginya deposito itu juga memberikan nilai tawar kepada BUMN agar mampu menekan perbankan untuk memberikan bunga simpanan yang tinggi.
Alhasil, perbankan yang memang berlomba mencari dana pihak ketiga (DPK), memasang suku bunga deposito yang tinggi. Hal itu dilakukan perbankan agar mereka tidak kehilangan deposannya. Jika perbankan kehilangan deposan maka likuiditas perbankan akan mengetat.
Namun, tingginya bunga deposito itu memicu biaya dana (cost of fund) perbankan membengkak. Dengan kenaikan biaya dana, perbankan akhirnya memasang suku bunga pinjaman yang tinggi, yang akhirnya menyulitkan nasabah untuk meminjam uang dari bank.
Pemerintah, kata Darmin, melihat hal itu sebagai inefisiensi. Pendapatan bunga BUMN memang meningkat, namun dampak negatifnya melanda masyarakat yang kesulitan untuk mencari sumber pendanaan.
"Jadi jika dihitung-hitung, malah rugi. Masyarakat harus bayar mahal, jadi tidak efisien," kata dia.
Pemerintah menargetkan suku bunga pinjaman dapat ditekan hingga satu digit pada 2016 dari saat ini yang masih berada di dua digit.
Darmin mengatakan dalam rapat itu, OJK juga akan mengeluarkan kebijakan untuk membantu meringankan biaya dana di industri perbankan.
"Yang penting agar industri perbankan menjadi efisien," ujarnya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelumnya mengatakan pemerintah menginginkan bunga kredit pinjaman dapat menjadi sekitar tujuh persen pada 2017.
"Sekarang ini bunga kita tertinggi di ASEAN. Kalau Thailand bisa 7 persen, kita tidak bisa lebih tinggi dari itu. Jadi akhir tahun depan Insya Allah semua bunga menjadi tujuh persen," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla saat membuka Indonesia Property Expo di Jakarta Convention Center.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016