Singapura (ANTARA News) - Harga minyak memperpanjang kenaikannya di Asia pada Kamis, karena pedagang menyambut komentar Menteri Perminyakan Iran yang memuji perjanjian bersyarat antara Arab Saudi dan Rusia untuk membekukan tingkat produksi. Ini memicu harapan untuk stabilitas di pasar komoditas.
Menteri Perminyakan Iran Bijan Zanganeh mengatakan Teheran akan "mendukung setiap tindakan yang dapat menstabilkan pasar dan meningkatkan harga" tetapi menolak Iran berkomitmen untuk setiap pembatasan.
Pernyataan itu disampaikan setelah ia bertemu rekan-rekannya dari Irak, Venezuela dan Qatar di Teheran pada Rabu, di mana mereka mengadakan pembicaraan mereka sendiri tentang krisis pasokan global.
Pada Selasa, Arab Saudi dan Rusia, dua produsen terbesar di dunia, sepakat untuk membatasi produksi mereka, tetapi hanya jika produsen-produsen lain mengikutinya.
Sementara penurunan produksi yang sangat dibutuhkan belum diumumkan, para pedagang mempertimbangkan perkembangan terbaru sebuah langkah ke arah yang benar dan memberikan sambutan kuat setelah minyak mentah main mata dengan posisi terendah 13-tahun pekan lalu.
Pada sekitar pukul 07.00 GMT, patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret naik 50 sen atau 1,63 persen pada 31,16 dolar AS per barel, dan minyak mentah Brent untuk penyerahan April naik 25 sen atau 0,72 persen menjadi 34,75 dolar AS per barel.
Pada Rabu, WTI melonjak lebih dari tujuh persen sementara Brent bertambah 5,6 persen.
"Harga melonjak tajam setelah pengumuman (pembekuan bersyarat)
tapi kenaikannya terkupas karena pasar khawatir bahwa kesepakatan sementara itu tidak akan mendapatkan penerimaan luas, terutama dari Iran, yang menetapkan akan meningkatkan produksi ke tingkat pra-sanksi (sebelum dijatuhi sanski Barat)," kata Sanjeev Gupta, yang mengepalai praktek minyak dan gas Asia di EY.
"Namun, pernyataan mendukung oleh menteri minyak Iran memulihkan harga."
Analis Phillip Futures Daniel Ang mengatakan setiap langkah oleh Iran menyetujui pemotongan produksi akan sangat penting, karena mereka baru saja meningkatkan produksinya setelah sanksi ekonomi Barat terkait nuklir dicabut pada Januari.
"Jika mereka memelankan produksi dan setuju untuk perlahan turun atau bahkan membantu seluruh situasi maka saya berpikir itu akan menjadi kemenangan," kata Ang kepada AFP.
Dalam tanda bagaimana kemerosotan harga merusak ekonomi negara-negara yang bergantung pada minyak, Venezuela pada Rabu menaikkan harga bensin untuk pertama kalinya dalam dua dekade, dengan sekitar 6.000 persen dan mendevaluasi mata uang bolivar.
Para analis akan mengawasi rilis laporan persediaan mingguan dari Departemen Energi AS.
Laporan sebelumnya menunjukkan stok AS turun sekitar 800.000 barel untuk pekan yang berakhir 5 Februari, dengan para pedagang melihat persediaan masih pada tingkat tinggi.
"Pasar minyak dalam jangka pendek akan tetap stabil, menanggapi pembicaraan yang sedang berlangsung tentang tingkat produksi," kata Gupta.
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016