Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mengatakan bahwa masyarakat Indonesia harus mewaspadai kekerasan ekstrem mengatasnamakan agama.

"Dewasa ini terjadi arus serius berupa invasi spiritual dan intelektual baru yang mengedepankan kekerasan yang ekstrem dan mengatasnamakan agama. Invasi ini memasuki kawasan wawasan keagamaan, yang sebelumnya sudah relatif mapan menampilkan keberagamaan yang teduh, ramah, dan guyub, baik intraumat maupun antarumat beragama," kata Din, yang sedang mengikuti "12th Doha Conference on Interfaith Dialogue on Spiritual and Intelectual Security in the Light of Religious Doctrines" di Doha, Rabu.

Dalam konferensi yang dihadiri 300 tokoh berbagai agama dan cendekiawan dari berbagai agama, Din mengungkapkan kerukunan beragama telah menjadi pilar penting bagi kokohnya kerukunan nasional bangsa Indonesia yang majemuk.

"Sekarang, kondisi demikian terganggu. Sebagai akibatnya, kerukunan keagamaan baik intra maupun antar, dan juga kerukunan nasional mulai goyah. Tidak mustahil pada suatu waktu, jika tidak ada upaya pencegahan,
konflik-konflik terjadi dan dapat membawa disintegrasi," ujarnya dalam keterangan tertulisnya.

Menurut Din, hal demikian terjadi karena muncul arus baru yang melakukan invasi bahkan agresi spiritual dan intelektual, upaya untuk mempengaruhi bahkan menguasai pihak lain agar mereka mengikuti dan melakukan kehendak mereka dengan menggunakan kekerasan dan kekejaman.

"Kelompok invader dan agresor mengaitkan diri dengan agama, walaupun sesungguhnya mereka hanya membajak atau membegal agama yang membawa nilai-nilai kasih sayang dan perdamaian. Mereka hanya menjadikan agama sebagai alat pembenar terhadap kepentingan dan tujuan politik, seperti pada kasus ISIS," tutur Din.

Untuk menghadapi ancaman invasi intelektual ini, kata Din, umat beragama perlu meningkatkan kewaspadaan dan perlu kepercayaan diri dari kelompok mayoritas diam untuk bangkit menyuarakan penentangan sambil terus melakukan upaya pengarusutamaan keberagamaan moderat dan toleran (wasathiyah).

"Selain itu, negara harus melakukan tanggung jawabnya, terutama terus berperan menciptakan keamanan dan kesejahteraan bagi masyarakat, serta menutup setiap celah yang dapat dijadikan alasan bagi kelompok
radikal untuk menyerang," ujar Din.

Pewarta: Monalisa
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016