PBB, Amerika Serikat (ANTARA News) - Mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Boutros Boutros-Ghali, yang memimpin badan dunia itu dari saat-saat penuh harapan yang muncul pada akhir Perang Dingin ke pembunuhan-pembunuhan massal di Rwanda dan Bosnia, wafat pada usia 93 tahun, PBB mengumumkan pada Kamis.
Diplomat Mesir itu menjadi sekretaris jenderal pertama dari benua Afrika pada 1992 tetapi masa jabatannya berakhir setelah lima tahun ketika Amerika Serikat memveto pencalonannya untuk masa jabatannya kedua, lapor AFP.
Boutros-Ghali, yang menjadi sekjen keenam PBB, wafat di Kairo, kata seorang juru bicara PBB.
Para anggota Dewan Keamanan PBB mengheningkan cipta untuk mengenang Boutros-Ghali dalam satu pertemuan di New York.
Mantan menteri luar negeri Mesir itu memimpin PBB selama salah satu masa-masa paling sulit dengan krisis-krisis di Somalia, Rawanda, Timur Tengah dan bekas Yugoslavia.
Setelah serangkaian bentrokan dengan pemerintahan AS, Washington berbalik menentang Boutros-Ghali dan memutuskan mendukung Kofi Annan dari Ghana untuk menduduki pos tertinggi di badan dunia itu.
Hubungan dengan Amerika Serikat mulai renggang pada penghujung 1993 ketika satu operasi pimpinan AS di Somalia menyebabkan cukup banyak jatuh korban di kalangan tentara Amerika.
Operasi itu, bagian dari usaha keseluruhan PBB untuk menyediakan pertolongan kemanusiaan yang dihalangi oleh konflik sipil, mengarah kepada kesengitan antara penguasa AS dan badan dunia itu.
Bentrokan dengan AS
Masalah-masalah muncul selama operasi-operasi pemeliharaan perdamaian di bekas Yugoslavia, dan setelah pembunuhan massal pada 1994 di Rwanda, yang PBB gagal untuk menghentikannya.
Juga terjadi gesekan terkait sanksi-sanksi PBB terhadap rezim Saddam Hussein di Irak, yang menyerbu dan kemudian diusir dari Kuwait setahun sebelum Boutros-Ghali menyelesaikan masa jabatannya.
Duta Besar AS untuk PBB waktu itu Madeleine Albright menyatakan bahwa Boutros-Ghali telah gagal membuat reformasi yang dibutuhkan untuk menjadikan badan dunia itu efisien.
Ketika pencalonannya untuk masa jabatan kedua diveto oleh Washington, Boutros-Ghali merasa bahwa ia dihukum karena mendorong para anggota PBB untuk membayar tunggakan keanggotaan mereka dan karena mengutuk aksi-aksi Israel di Libanon selatan. Isu tunggakan itu juga terkait AS yang masih belum melunasi pembayaran untuk waktu yang lama.
Setelah meninggalkan PBB, Boutros-Ghali menjadi sekjen kelompok negara-negara yang berbahasa Prancis.
Boutros-Ghali dilahirkan pada 14 November 1922 dan berasal dari keluarga Kristen Koptik di Kairo.
Ia mengenyam pendidikan di Universitas Kairo dan di Paris, tempat ia menjalin hubungan lama dengan Prancis.
Setelah menjalani karir sebagai dosen di bidang hubungan internasional, termasuk di Universitas Columbia di New York, ia menjadi menteri luar negeri Mesir pada 1977 di bawah Presiden Anwar Saddat.
Ia mendampingi Sadat dalam lawatan bersejarahnya ke Yerusalem pada tahun itu. Kedua negara kemudian membuat perjanjian perdamaian tahun itu dan menjurus kepada pembunuhan Saddat empat tahun kemudian.
(Uu.M016)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016