Jakarta (ANTARA News) - Kalangan anggota Fraksi Partai Golkar dan Partai Demokrat di DPR menilai Maret ini merupakan kesempatan terakhir bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan perombakan kabinetnya sekaligus momentum membuktikan kepada rakyat tentang adanya "perbaikan kinerja" Kabinet Indonesia Bersatu.
Penilaian itu disampaikan Yuddy Chrisnandi (Fraksi Partai Golkar) dan Boy W Saul (Fraksi Partai Demokrat) di Jakarta, Kamis, sehubungan dengan tahapan final evaluasi atas kinerja seluruh anggota KIB oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Kami setuju sekarang. Lewat bulan April perombakan (reshuffle) tidak signifikan lagi bagi perbaikan kinerja pemerintah," kata Yuddy.
Anggota Komisi I DPR ini mengatakan Maret adalah kesempatan terakhir untuk melakukan perombakan kabinet.
Sependapat dengan Yuddy, maka Boy W.Saul mengemukakan kendati reshuffle merupakan hak prerogatif Presiden, keputusan tersebut hendaknya diambil bersama dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Memadai atau tidaknya kinerja KIB, yang menilai itu adalah Presiden yang tentunya didiskusikan bersama Wapres. Tapi keduanya tidak boleh mengabaikan opini publik dan para tokoh masyarakat. Apalagi SBY-JK dipilih langsung oleh rakyat," katanya.
Menurut dia, Maret ini adalah momentum untuk melakukan reshuffle guna memperkuat soliditas KIB, mengokohkan semangat kerja sama untuk mencapai kinerja maksimal.
"Personal yang tidak bisa maksimal dalam tim mesti diganti secepatnya karena kita berkejaran dengan waktu. Harus mencetak gol. Ibarat main bola, tak lama lagi `injury time`. Bentuk tim kuat, solid dan bisa mencetak gol, jangan hanya pintar mengolah bola, namun tak ada hasil buat rakyat," katanya.
Sejumlah persoalan sensitif, seperti bidang ekonomi, sosial, politik dan keamanan harus mendapat perhatian yang serius sebelum 2009, kata Boy Saul menambahkan.
Sementara itu, anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR, Hasto Kristianto, menyoroti menguatnya apa yang disebutnya "koordinasi ganda antara RI-1 dan RI-2" (Presiden dan Wapres, red) di seluruh lini kementerian.
"Yang menonjol sekarang dan mestinya ini menjadi fokus evaluasi juga adalah menonjolnya koordinasi ganda itu, padahal masing-masing memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda," katanya.
Hasto mengatakan ia sendiri sebenarnya tidak begitu sependapat jika reshuffle dilakukan hanya karena adanya hasil evaluasi yang menunjukkan tidak efektifnya kinerja KIB.
"Adalah kekeliruan besar kalau evaluasi atas tidak efektifnya KIB dijawab dengan reshuffle," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2007