Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo mewacanakan akan menyusun pasal yang mengatur tentang pascajabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Nantinya akan disusun pasal tentang pimpinan KPK, yang isinya setelah menjabat pimpinan selama lima tahun setelahnya, tidak boleh misalnya menjabat pada posisi di atas pimpinan KPK," kata Bambang Soesatyo usai menghadiri diskusi revisi penguatan KPK di Jakarta, Selasa.
Alasan muncul wacana tersebut adalah menghindari tujuan dari pencitraan seseorang selama menjabat pimpinan KPK untuk mencari simpati masyarakat.
"Kalau hanya mencari simpati, bisa-bisa tujuannya KPK hanya menjadi batu loncatan, atau tidak serius dalam menjalani jabatan," katanya.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa revisi UU KPK dibuat dengan tujuan untuk memperkuat KPK, isu pelemahan tergantung dari segi pandang.
"Ya kan, yang sering dimuat di media hanya yang kontra saja, sedangkan yang mendukung tidak terlalu diekspos maka hanya terlihat banyak penolakan," kata Bambang.
Ia juga menegaskan bahwa yang bisa membatalkan atau mencabut revisi tersebut hanya pemerintah dan DPR, karena sebagai pengusul dan juga berwenang.
"Kalau pun banyak desakan dari masyarakat, yang bisa membatalkan juga DPR, ini kan masih proses, belum final, kenapa harus dibatalkan," katanya.
Usulan tersebut hanya ditujukan untuk merapikan serta memperkuat posisi KPK sebagai lembaga negara yang berwenang memberantas korupsi, usulan pro-kontra dianggap sebagai dinamika.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengatakan bahwa KPK disudutkan karena persoalan kewenangan penyadapan.
"Kalau diatur boleh saja terkait penyadapan, tapi ingat, bukan hanya kami (KPK) yang berwenang melakukan penyadapan," kata Laode M Syarif.
Laode menyebutkan ada beberapa instansi yang berwenang melakukan penyadapan seperti Kepolisian, BNPT, Badan Intelijen Strategis (BAIS) dan lainnya, namun persoalan prosedur dan peraturan seakan hanya KPK yang disudutkan.
Ia mengkhawatirkan bahwa penguatan KPK berdalil revisi Undang-Undang, justru memunculkan hal-hal yang tidak terduga.
"Yang perlu diatur sesungguhnya adalah mengenai UU tindak pidana korupsinya, bukan sebagai instansinya," kata Laode.
Pewarta: Afut Syafril
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016