Jakarta (ANTARA) - Setelah sempat menunda pengiriman spesimen virus flu burung ke laboratorium kolaborasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia akhirnya bersedia kembali mengirimkan sampel virus itu setelah mendapat jaminan bahwa badan dunia tersebut bersedia mengakomodasi keinginan Pemerintah RI. Di sela rapat kerja nasional pengendalian flu burung di Jakarta, Kamis, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengatakan Direktur Jendral WHO Margaret Chan secara langsung telah meminta Pemerintah RI mengirimkan spesimen virus ke laboratorium WHO dengan jaminan spesimen itu tidak akan digunakan untuk kepentingan komersial. "Kemarin malam saya ditelepon Direktur Jendral WHO, dia mengatakan WHO akan mengakomodir yang kita mau dan minta kita segera mengirim sampel. Jadi kita setuju untuk mengirim," katanya dengan menambahkan bahwa surat resmi dari WHO diperkirakan sampai hari ini. Ia mengatakan, Direktur Jendral WHO menjamin spesimen virus flu burung strain Indonesia hanya akan digunakan untuk menakar resiko (risk assessment) dan dipastikan tidak akan dimanfaatkan pihak tertentu untuk kepentingan komersial seperti produksi vaksin. "Itu sudah merupakan jaminan sebelum mekanisme yang adil selesai dibuat," ujarnya. Mekanisme pengiriman spesimen virus flu burung global yang baru sendiri, kata dia, baru akan dibuat Maret 2007 mendatang bersama WHO dan negara-negara di Asia Pasifik yang terkena dampak infeksi flu burung. "Sekitar 27 Maret mendatang akan dibahas bersama supaya ada `responsible sharing practices` dimana negara-negara jangkitan juga mendapatkan insentif," jelasnya. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa upaya penyusunan mekanisme pengiriman sampel virus baru itu dilakukan karena ketentuan WHO tentang pengiriman sampel virus flu burung dinilai merugikan negara-negara berkembang. Menurut ketentuan WHO yang berlaku, semua pihak bisa mendapatkan spesimen virus dan menggunakannya untuk mengembangkan vaksin komersial, tanpa meminta ijin dan memberikan kompensasi kepada negara yang terjangkit. Selama ini teknologi pembuatan vaksin kebanyakan hanya dikuasai oleh negara-negara maju sehingga mekanisme tersebut menimbulkan kesenjangan di antara negara-negara berkembang yang menjadi daerah jangkitan, termasuk Indonesia. Virus flu burung strain Indonesia yang dikirim ke laboratorium kolaborasi WHO, dengan tanpa sepengetahuan dan ijin dari Pemerintah Indonesia juga telah digunakan oleh beberapa perusahaan di negara maju seperti Australia untuk mengembangkan vaksin flu burung secara komersial. Pemerintah menilai mekanisme tersebut merugikan negara yang menjadi daerah jangkitan sehingga sejak awal Januari 2007 untuk sementara menghentikan pengiriman spesimen flu burung ke WHO. Namun karena hal itu selanjutnya bisa berdampak terhadap upaya pengamanan kesehatan global, WHO kemudian memutuskan untuk menerima usulan Indonesia guna memperbaiki mekanisme transfer virus yang ada. Pemerintah Indonesia sendiri, kata Siti, mengusulkan agar pengiriman spesimen harus dilakukan dengan surat perjanjian resmi (Material Transfer Agreement/MTA) agar setiap pengiriman bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya. "Dan yang jelas kita ingin adanya kesetaraan," demikian Menteri Kesehatan.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007