Nairobi (ANTARA News) - Sebanyak 12 pengungsi Somalia tewas dan lebih dari 1.500 orang terserang kolera di kompleks kamp pengungsi terbesar di dunia Dadaab di Kenya Timur dalam dua pekan belakangan, kata PBB.
Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) mengatakan bersama dengan pekerja bantuan lain, lembaga PBB itu bekerja untuk menghentikan penyebaran wabah tersebut dengan mendirikan empat pusat pengobatan kolera dengan lebih dari 200 ranjang untuk menghadapi wabah itu.
"Hingga 31 Januari, wabah tersebut telah menyerang lebih dari 1.535 orang dan mengakibatkan hilangnya nyawa 12 pengungsi," kata UNHCR dalam laporan dua mingguannya yang disiarkan di Nairobi pada Senin.
Badan pengungsi PBB tersebut mengatakan satu tim pemantau wabah kolera yang terdiri atas pekerja bantuan termasuk pejabat dari lembaga pemerintah Kenya dibentuk segera setelah kasus pertama wabah kolera dilaporkan.
"Selain itu, para pemimpin pengungsi, komite pengairan, kebersihan dan kesehatan (WASH) dan masyarakat umum telah terlibat secara aktif dalam upaya ini dan bekerja sama dengan semua lembaga dalam meringankan dan mengendalikan kolera," kata UNHCR, sebagaimana dikutip Xinhua.
Kolera menular melalui air minum yang tercemar dan menyebabkan diare parah, dan wabah tersebut telah bertambah parah akibat hujan lebat di Kenya selama beberapa pekan.
Segera setelah orang terinfeksi melalui air yang tercemar atau makanan, kolera menyebar dengan cepat. Penyebaran itu dipercepat oleh praktik kesehatan yang buruk dan kebersihan yang tidak layak dan penyakit tersebut hanya dapat dihentikan dengan peningkatan kondisi kesehatan.
UNHCR menyatakan kegiatan peningkatan kesehatan dan kesadaran masyarakat adalah bagian utama dari reaksi yang lebih luas guna meringankan dampak hujan dan mengendalikan penyebaran lebih jauh wabah kolera di berbagai kamp pengungsi.
"UNHCR dan lembaga mitranya telah melakukan pembagian sabun, rumah dan pembersihan kuman di kakus serta kegiatan peningkatan kesehatan di seluruh lima kamp di Dadaab," kata beberapa laporan.
Dadaab telah menghadapi musim hujan, dan sekali ini menghadapi hujan lebat El Nino selama November dan Desember 2015.
Laporan itu beredar saat kekurangan gizi terus mengancam nyawa ribuan anak di seluruh Somalia dan situasi bertambah parah oleh terhalangnya akses kemanusiaan di wilayah tengah selatan negeri tersebut.
(Uu.C003)
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016