Jakarta (ANTARA News) - Ada banyak strategi pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 2016 sebesar 5,3 persen sampai 5,4 persen.

Mulai dari mempercepat penyerapan anggaran, membuka keran investasi seluas-luasnya hingga mengeluarkan sepuluh kebijakan ekonomi yang dipercaya bisa menjadi obat ampuh untuk keadaan yang sedang tidak sehat.

Namun jangan lupa, bukan hanya obat yang membuat "tubuh" berfungsi dengan maksimal, karena sedianya perlu asupan vitamin untuk memperlancar metabolisme.

Jika tubuh itu ibarat target pertumbuhan ekonomi, maka vitamin yang dimaksud adalah inklusi keuangan ("financial inclusion").

Menurut laman resmi Bank Indonesia, inklusi keuangan adalah pendalaman layanan keuangan untuk masyarakat tingkat akar rumput agar dapat memanfaatkan produk dan jasa keuangan seperti menabung, transfer, kredit maupun asuransi.

Istilah tersebut mendunia setelah krisis ekonomi dunia pada tahun 2008 menimbulkan dampak negatif kepada warga dengan pendapatan rendah dan tidak teratur, tinggal di daerah terpencil, kelompok disabilitas, buruh dan masyarakat pinggiran.

Program ini disepakati pada pertemuan KTT G20 di Pittsburgh, Amerika Serikat, tahun 2009 dan dilanjutkan KTT G20 di Toronto, AS, pada tahun 2010 di mana saat itu konferensi menghasilkan sembilan prinsip inklusi keuangan inovatif ("Nine Principles for Innovative Financial Inclusion"), meliputi kepemimpinan, keberagaman, inovasi, perlindungan, pemberdayaan, kooperasi, pengetahuan, kesetaraan dan kerangka kebijakan ("framework").

Negara-negara dunia percaya dengan peningkatan aktivitas masyarakat di "tingkat piramida terbawah".

Beberapa organisasi internasioanal yang peduli inklusi keuangan seperti "Consultative Group to Assist the Poor" (CGAP), Bank Dunia, APEC, Bank Pembangunan Asia (ADB), Aliansi untuk Inklusi Keuangan (AFI) dan OECD.

Di Indonesia, program inklusi keuangan dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai bagian dari fungsi mengatur, mengawasi dan melindungi seluruh industri keuangan di Indonesia sesuai Undang-undang Nomor 21 tahun 2011 tentang OJK, bekerja sama dengan pihak perbankan dan industri keuangan lain.

"OJK menjadikan inklusi keuangan sebagai salah satu program strategis," tutur Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agus Sugiarto.

OJK menyatakan, berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi Keuangan, tingkat inklusi keuangan masyarakat pada tahun 2013 adalah sebesar 59,74 persen, dan ini didominasi oleh produk perbankan.

Sementara literasi (tingkat pemahaman) produk-produk keuangan hanya 21,80 persen.

"Ini belum optimal, menunjukkan bahwa belum semua orang melek keuangan," ujar Agus.

Beberapa program dan kegiatan inklusi keuangan OJK seperti Jaring (Jangkau, Sinergi dan Guideline), Laku (Layanan Keuangan) Mikro, Laku Pandai (Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif) dan Simpanan Pelajar (Simpel).

Selain itu, masih terkait inklusi keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Kementerian Dalam Negeri akan mendirikan tim percepatan akses keuangan daerah (TPKAD) yang diresmikan paling cepat pada Maret 2016.


Galakkan Literasi

Penerapan inklusi keuangan akan sangat sulit jika tingkat literasi di masyarakat, khususnya di daerah, masih rendah. Untuk itulah, OJK terus menggenjot sosialisasi keuangan di daerah-daerah, baik melalui pertemuan-pertemuan tingkat warga sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi.

"OJK menargetkan tingkat literasi keuangan Indonesia bisa meningkat sebesar lima persen di tahun 2016," kata Kepala Kantor OJK Cirebon Mohamad Lutfi di sela acara sosialisasi, edukasi dan literasi keuangan di Desa Karangmulya, Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Minggu (14/2).

Bahkan, lanjut dia, pada tahun 2016 OJK akan memperluas lagi sasaran sosialisasi literasi keuangan mereka ke para praktisi seperti notaris dan konsultan serta orang-orang yang memasuki masa pensiun.

Selanjutnya, khusus di wilayah kerja OJK Cirebon, pada Maret 2016 OJK akan melibatkan perawat dan bidan desa sebagai tenaga untuk melakukan sosialisasi literasi keuangan.

Kebijakan pelibatan tenaga kesehatan tingkat desa juga akan diterapkan secara nasional. Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan OJK Agus Sugiarto menyatakan proyek ini pertama kali dijalankan di Malang, Jawa Timur.

Untuk jangka panjang, OJK juga berencana mengembangkan program inklusi keuangan hingga ke penghulu.

"Agar mereka bisa menyosialisasikan literasi dan inklusi keuangan kepada para pengantin baru," kata Agus.

Masyarakat pun menyambut baik program-program OJK ini. Nasriah, seorang ibu warga Desa Karangmulya, Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon menyatakan dirinya mendapatkan pengetahuan baru tentang dunia keuangan setelah OJK mengadakan sosialisasi di wilayahnya.

"Saya menjadi tertarik membantu OJK menyukseskan program inklusi keuangan," ujar Nasriah.


TPKAD dan Sanitasi

Demi memperluas program inklusi keuangan, OJK bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membentuk tim percepatan akses keuangan daerah (TPKAD) yang ditargetkan akan disahkan paling cepat pada Maret 2016.

"Kami ingin teman-teman di daerah punya kesamaan pandang tentang keuangan dengan di pusat demi menggerakkan inklusi keuangan di daerah. Adapun dalam pembentukan TPKAD ini OJK bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri," kata Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agus Sugiarto.

TPKAD, lanjut Agus, secara umum berfungsi memetakan kebutuhan daerah dan memberikan bantuan biaya untuk mengembangkan potensi-potensi daerah demi menyejahterakan masyarakat.

Selain itu, TPKAD akan memfasilitasi UMKM di daerah untuk masuk ke bursa saham dan memberikan bantuan jika pemerintah daerah ingin menerbitkan obligasi untuk membiayai pembangunan di wilayahnya.

"Namun, terkait dengan obligasi ini kami masih mengkaji lagi agar tidak bertentangan dengan aturan-aturan daerah," kata Agus.

TPKAD nantinya akan dipimpin oleh sekretaris daerah (sekda) dengan pejabat OJK daerah sebagai sekretaris, sementara pemimpin daerah, seperti gubernur dan bupati, berperan sebagai pengarah.

OJK menargetkan TPKAD akan ada minimal di setiap kota di Indonesia, melengkapi 35 kantor OJK yang sudah ada di daerah-daerah.

Usulan pembentukan TPKAD ini sendiri berasal dari Presiden Joko Widodo dan diungkapkan ketika dirinya berdiskusi dengan pimpinan-pimpinan perbankan dan industri keuangan di Istana Kepresidenan pada pertengahan Januari 2016.

Bersamaan dengan TPKAD, OJK juga menjajaki program inklusi keuangan berbasis sanitasi lingkungan untuk menciptakan lingkungan sehat masyarakat wilayah pedesaan.

Program ini akan dikerjakan bersama Institut Teknik Sepuluh Nopember (ITS), didasarkan pada penelitian institut tersebut yang menyatakan bahwa banyak daerah di Indonesia yang belum memiliki sarana mandi, cuci dan kakus (MCK) yang memadai.

ITS sendiri adalah pemenang dari Kompetisi Inklusi Keuangan (Koinku) OJK yang diumumkan di akhir tahun 2015.

OJK berencana akan mempekerjakan agen-agen untuk membantu pembiayaan masyarakat desa untuk membangun MCK.

"Nantinya bisa dilakukan baik oleh individu maupun kepala desa. Sistemnya pinjaman melalui agen dari bank, jadi masyarakat bisa mencicil pinjamannya dengan syarat-syarat yang ringan," kata Agus.

OJK pun menargetkan proyek uji coba pertama ("pilot project") kebijakan ini bisa dilakukan pada semester pertama tahun 2016 dan diadakan di Jawa Timur.

Jika berhasil, kata dia, proyek tersebut akan diterapkan di desa-desa provinsi lain.

Oleh Michael Teguh Adiputra Siahaan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016