Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan Pemerintah tidak boleh hanya berwacana dalam menanggapi isu gerakan lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) tanpa melakukan langkah konkret untuk mengantisipasi.
"Apalagi, wacana itu menambah polemik yang justru semakin menambah keresahan bagi sebagian warga negara," kata Saleh Daulay melalui pesan singkat di Jakarta, Senin.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan polemik tentang LGBT tidak perlu diperpanjang. Apalagi sebagian menteri di Kabinet Kerja sudah menyatakan pendapat dan pandangannya lewat media.
Beberapa menteri yang sudah berkomentar antara lain Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Menteri Agama, Menteri Pemuda dan Olahraga, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak hingga Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Pernyataan para pejabat tersebut, kata Saleh, pada dasarnya sama yaitu menilai bahwa LGBT adalah suatu penyimpangan dan perlu diantisipasi penyebarannya.
"Saya sudah membaca lagi komentar menteri-menteri di media. Nadanya hampir sama, mereka menyadari bahwa perilaku LBGT bisa merusak tatanan kehidupan sosial, moral, dan agama," tuturnya.
Menurut Saleh, bila gerakan LGBT dianggap menyimpang dan membahayakan, semestinya pemerintah segera merumuskan kebijakan yang perlu diambil. LGBT bukanlah pertandingan sepak bola yang perlu dikomentari, tetapi yang ditunggu adalah aksi untuk menanggulangi penyebarannya.
Saleh menilai pemerintah lebih sigap dan proaktif dalam menangani isu-isu keagamaan yang menyimpang, seperti Gafatar. Padahal, menurut banyak pihak termasuk para menteri, penyebaran LGBT juga sangat berbahaya.
"Anehnya, sampai saat ini pemerintah masih belum melakukan tindakan apa pun," ujar wakil rakyat dari daerah pemilihan Sumatera Utara II itu.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016