Palu, Sulteng (ANTARA News) - Dua warga sipil dilaporkan tewas dan dua polisi terluka dalam bentrokan yang terjadi di Kota Banggai, bekas ibukota Kabupaten Bangkep, Sulteng, Rabu, saat aparat kepolisian membubarkan massa yang menduduki sejumlah gedung pemerintah sejak sepekan terakhir.Korban tewas itu adalah Julais (31) yang terkena hantaman benda tumpul saat bentrokan pertama pukul 10.30 WIB, dan Ridwan (28) yang terkena tembakan senjata api di bagian kepala saat bentrokan kembali terjadi Rabu sore, demikian wartawan ANTARA melaporkan.Berdasarkan informasi yang dihimpun ANTARA, belasan warga sipil lainnya juga dilaporkan terluka terkena tembakan aparat.Semua korban yang meninggal dunia dan luka-luka telah dievakuasi ke RSU Banggai, kecuali korban dari pihak aparat kepolisian yang dilarikan ke Mapolsek Banggai untuk mendapatkan perawatan. Bentrok antara massa dengan aparat kepolisian ini dipicu oleh masuknya puluhan personel polisi dari Luwuk (ibukota Kabupaten Banggai) Rabu pagi yang mencoba membebaskan kantor-kantor pemerintah di Kabupaten Bangkep yang diduduki massa. Sementara rakyat Banggai menolak kehadiran pasukan polisi kiriman dalam jumlah besar untuk membebaskan perkantoran pemerintah yang mereka duduki, kecuali melalui pendekatan sosial-politik. \"Kami di sini hanya berharap penyelesaian pemindahan ibukota kabupaten (dari Banggai ke Salakan) tidak merugikan sebagian besar rakyat yang tak memilih dia dalam pilkada lalu,\" kata Adi, warga Banggai. Aksi pendudukan kantor milik Pemkab Bangkep di Banggai telah berlangsung sejak Selasa pekan lalu (20/2) mengakibatkan aktivitas pemerintahan di daerah itu lumpuh total. Aksi pendudukan oleh warga Banggai ini dipicu oleh upaya Bupati Bangkep Drs Irianto Malinggong untuk memindahkan ibukota dari Banggai ke Salakan. Sesuai Pasal 10 UU No.51 Tahun 1999 yang mengatur soal kedudukan ibukota Kabupaten Buol, Morowali, dan Bangkep di Provinsi Sulteng, ibukota Kabupaten Bangkep ditetapkan di Banggai. Namun, dalam Pasal 11 UU tersebut dinyatakan bahwa lima tahun setelah peresmian Kabupaten Bangkep, ibukota dipindahkan ke Salakan. Munculnya dualisme ibukota Kabupaten Bangkep yang dibuat oleh anggota DPR masa bakti 2007-2009 tersebut membuat tidak adanya kepastian hukum di tengah masyarakat. Bahkan rakyat Bangkep yang satu suku dan satu bahasa ini sudah terpecah dalam dua kelompok besar, serta mereka pun berusaha mempertahankan pendiriannya masing-masing hingga akhirnya menimbulkan ketidakstabilan dalam pemerintahan.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007