Tidak bisa mempertaruhkan nasib Pos Indonesia pada bisnis yang sama sekali baru bagi kami. Masuk bisnis hotel butuh waktu panjang dan `berdarah-darah` lagi. Jadi kita stopJakarta (ANTARA News) - PT Pos Indonesia (Persero) mengurungkan rencana ekspansi di sektor properti untuk memiliki bisnis perhotelan selain karena bukan bisnis inti juga membutuhkan dana besar dan jangka waktu panjang.
"Wacana Pos Indonesia masuk bisnis perhotelan sudah saya stop. Tidak dilanjutkan, karena bukan core bisnis kami," kata Direktur Utama Pos Indonesia Gilarsi Wahyu Setijono, di Jakarta, Sabtu.
Menurut Gilarsi, Pos Indonesia tidak ingin berbisnis hotel karena selain tidak punya kompetensi juga membutuhkan waktu panjang untuk belajar.
"Walaupun dimungkinkan bekerja sama dengan jaringan perhotelan, namun ini sangat riskan. Tidak bisa mempertaruhkan nasib Pos Indonesia pada bisnis yang sama sekali baru bagi kami. Masuk bisnis hotel butuh waktu panjang dan berdarah-darah lagi. Jadi kita stop," tegasnya.
Menurut catatan, manajemen Pos Indonesia sebelumnya melalui anak usaha Pos Properti pada 2014 pernah menjajaki kerja sama dengan beberapa jaringan perhotelan antara lain dengan Amaris Group.
Bahkan pada 2015 sudah tahap pengurusan izin pembangunan di 15 lokasi strategis seperti di kawasan Cicendo, Bandung, maupun di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat dan sejumlah lokasi lainnya di Indonesia.
Namun Gilarsi yang baru 3 bulan menjabat sebagai orang nomor satu di Pos Indonesia itu memutuskan bahwa aset-aset strategis berupa gedung dan perusahaan dimonetisasi untuk mendukung bisnis perusahaan.
Ia menjelaskan, saat ini Pos Indonesia sedang melakukan transformasi bisnis dengan titik berat pada sistem smart logisticical processing sebagai tulang punggung utama bisnis perusahaan.
"Kita akan lebih memfokuskan pada bisnis logistik, meskipun tetap menjalankan bisnis lainnya seperti kanal pembayaran, surat menyurat dan yang paling berkembang saat ini yaitu e-commerce," ujarnya.
Ia menjelaskan, berdasarkan kajian bahwa saat ini belanja logistik seluruh BUMN mencapai sekitar Rp250 triliun per tahun, sehingga sangat potensial jika digarap oleh Pos Indonesia.
"Jika Pos Indonesia mendapat 10 persen saja dari belanja logistik maka setidaknya bisa menjadi potensi pendapatan bagi Pos, di satu sisi BUMN bisa lebih hemat karena akan diikuti dari sisi efisiensi," ujarnya.
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016