Wah tidak bener (aliran) itu. Saya tidak tahu, tidak paham itu"

Jakarta (ANTARA News) - KPK mendalami isi pertemuan anggota Komisi V DPR dari fraksi PDI-Perjuangan Damayanti dengan rekan satu komisinya asal fraksi Partai Amanat Nasional Andi Taufan Tiro.

"Tentu (tentang pertemuan), kan saya sebagai saksi di situ," kata Andi seusai menjalani pemeriksaan selama sekitar delapan jam di gedung KPK Jakarta, Jumat.

Andi diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abudl Khoir dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji oleh anggota DPR dalam proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Namun Andi enggan menjelaskan isi pertemuannya tersebut kepada wartawan.

"Saya saksi ya mas, nanti di-ini penyidik saja ya," tambah Andi singkat.

Andi juga membantah adanya dugaan aliran dana Abdul Khoir kepada sejumlah anggota Komisi V DPR.

"Wah tidak bener (aliran) itu. Saya tidak tahu, tidak paham itu," ungkap Andi.

Andi bahkan mengaku tidak mengenai Abdul Khoir. "Saya tidak kenal Pak," jawab Andi saat ditanya apakah ia kenal dengan Abdul Khoir.

Hari ini KPK seharusnya juga memeriksa anggota Komisi V dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Musa Zainuddin namun Musa tidak hadir dan beralasan sakit.

"Musa Zainuddin seharusnya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AKH (Abdul Khoir) tapi yang bersangkutan melalui pengacaranya tadi meminta penundaan karena sakit," kata pelaksana harian (plh) Kabiro Humas Yuyuk Andriati.

Menurut Yuyuk, pemanggilan anggota Komisi V karena mereka dianggap mengetahui mengenai kasus ini.

"Terhadap saksi pasti ditanyakan mengenai pengetahuan dia apakah pernah mendengar atau menyaksikan hal-hal tetang kasus ini karena perkara ini juga menyeret DMY (Damayanti) yang merupakan anggota Komisi V," tambah Yuyuk.

Sebelumnya, KPK juga memeriksa anggota Komisi V dari Partai hanura Fauzih Amro pada 9 Februari 2016. Usai diperiksa, Fauzih mengakui ada kunjungan kerja (kunker) Komisi V ke Pulau Seram Maluku pada 6-8 Agustus 2015 yang diikuti oleh 22 orang.

Namun tidak ada uang yang diberikan pada kunker tersebut selain SPJ (Surat Perintah Jalan) dari Sekretariat Komisi V DPR.

Dalam perkara ini, KPK sudah menetapkan Damayanti dan dua orang rekannya yaitu Julia Prasetyarini(UWI) dan Dessy A Edwin (DES) sebagai tersangka dugaan penerimaan suap masing-masing sebesar 33.000 dolar Singapura sehingga totalnya mencapai 99.000 dolar Singapura.

Atas perbuatan itu, ketiganya disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Uang tersebut berasal dari Direktur PT WTU Abdul Khoir (AKH). Total komitmen Khoir adalah sebesar 404.000 dolar Singapura sebagai fee agar PT WTU mendapat proyek-proyek di bidang jasa konstruksi yang dibiayai dana aspirasi DPR di provinsi Maluku yang dicairkan melalui Kementerian PUPR.

Pada 2016, di wilayah II Maluku yang meliputi Pulau Seram akan ada 19 paket pekerjaan yang terdiri dari 14 jalan dan 5 jembatan dan masih dalam proses pelelangan.

Penyidik KPK saat ini sedang melakukan pendalaman aliran sisa uang 305.000 dolar Singapura termasuk mengembangkan kemungkinan tersangka lain dalam perkara ini.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016