Banda Aceh (ANTARA News) - Rancangan Qanun (peraturan daerah/Perda) tentang pencurian atau lebih dikenal Qanun potong tangan diharapkan selesai pada 2007 sehingga menghilangkan segala bentuk pencurian di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). "Saat ini sedang dilakukan finalisasi rancangannya. Sebelumnya tim penyusun telah mensosialisasikan melalui media massa serta instansi yang dianggap dapat memberikan masukan," kata Kepala Dinas Syariat Islam Provinsi NAD, Al Yasa` Abubakar di Banda Aceh, Rabu. Lebih lanjut dia mengatakan, rancangan tersebut diharapkan selesai pada Maret 2007 dan segera diserahkan kepada eksekutif sehingga segera dibahas setelah diserahkan ke DPRD NAD. Dalam rancangan Qanun, hukuman potong tangan hanya dikenakan bagi pencuri yang melakukan kejahatan yang memenuhi syarat berupa pencurian terhadap harta sebanyak yang kena zakat. Kedua, harta dicuri betul-betul dari tempat penyimpanan yang layak. Karena itu seperti pencopet, tidak dianggap mencuri yang dapat dikenakan hukuman potong tangan. Kemudian perbuatan tersebut melawan hukum. "Misalnya dua pihak berkongsi, kemudian salah satu mengambi harta milik bersama tersebut, ini tidak bisa dikategorikan melawan hukum karena sebenarnya dia punya hak atas harta itu," katanya. Setelah disosialisasikan Dinas Syariat Islam menerima 100 SMS, belasan telepon dan surat, yang intinya mendukung qanun tersebut. "Ada juga yang meminta Qanun itu jangan hanya berlaku pada orang kecil. Beberapa ada yang menghendaki jangan hanya memenuhi tiga syarat baru dapat dihukum," jelasnya. Syarat tambahan tersebut menyangkut hukuman potong tangan hanya dijatuhkan karena pernah dihukum akibat perbuatan serupa sebelumnya. Kemudian pencuri benar-benar terbebas dari subhat, betul-betul meyakinkan bahwa dia melakukan pencurian itu bukan karena terdesak dengan alasan kemanusiaan dan harta itu betul-betul bukan milik dia yaitu sudah lepas dari hak publik. Namun Qanun tersebut masih diperdebatkan oleh sejumlah aktivis di Banda Aceh karena dinilai akan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Direktur Aceh Judicial Monitoring Institut (AJMI) Hendra Budian mengatakan qanun itu tidak melanggar HAM. Menurut dia, dikatakan melanggar HAM ketika ada orang yang melakukan pencurian karena negara tidak dapat memenuhi kesejahteraan warganya. Safriadi Utama dari Koalisi NGO HAM menyatakan tidak ada yang perlu dipertentangkan antara HAM dan syariat Islam karena keduanya sejalan. Namun yang diperlukan yaitu adanya hukum acara tersendiri sehingga benar-benar ditegakkan syariat Islam.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007