Semarang (ANTARA News) - Keterpurukan bangsa Indonesia di berbagai sektor menyebabkan negeri ini juga mengalami keterpurukan di bidang penelitian, bahkan kini tertinggal jauh dari Malaysia dan Singapura.
Direktur Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Ditjen Dikti, Prof. Dr. Muhammad Munir, di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Rabu, mengatakan data terakhir menunjukkan jumlah kertas kerja yang dihasilkan para peneliti di Indonesia hanya 522 buah.
Padahal Malaysia yang pada tahun 1960-1970-an banyak belajar dari Indonesia, pada saat yang sama mampu menghasilkan hampir tiga kali lipat, tepatnya mencapai 1.438 kertas kerja.
Ketertinggalan tersebut semakin jauh jika dibandingkan dengan Singapura yang mampu menghasilkan 5.781 kertas kerja dan Thailand 2.397 kertas kerja.
"Kalau dengan Vietnam, Indonesia masih sedikit unggul. Vietnam mencetak 453 papers," katanya.
Kegagalan Indonesia mencetak banyak kertas kerja bermutu yang diakui dunia internasional makin menempatkan Indonesia di posisi bawah dalam percaturan di tingkat Asia.
Jepang, katanya, pada tahun 2005 mampu menghasilkan 83.484 kertas kerja, Cina 57.740, Korsel 24.477, dan India mencetak 23.336 kertas kerja.
Guna mengejar ketertinggalan tersebut, pemerintah melalui Ditjen Dikti berupaya mendorong penelitian di perguruan tinggi. Pemerintah menyediakan anggaran lima miliar rupiah untuk setiap PT yang berhasil menyusun proposal penelitian bermutu.
Ia menambahkan, survei majalah Time tahun 2006 yang menempatkan 500 PT terbaik di dunia, empat di antaranya PTN asal Indonesia, bobot penelitian terbesar diambil dari kegiatan penelitian dan penulisan di jurnal terakreditasi.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007