Jakarta (ANTARA News) - Proses revisi undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berlanjut ke proses selanjutnya setelah Badan Legislasi DPR RI melangsungkan rapat panja harmonisasi revisi undang-undang tersebut.
Dalam rapat yang berlangsung Rabu di gedung DPR RI Jakarta tersebut sejumlah fraksi menyepakati proses revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 berlanjut.
Hasil Panja harmonisasi revisi undang-undang KPK tersebut yang dibacakan dalam rapat, ada sejumlah tambahan usulan yang diajukan dalam revisi. Di antaranya ketentuan pimpinan KPK yang mengundurkan diri dilarang menduduki jabatan publik.
Juga ketentuan pemberhentian tetap pimpinan KPK yang dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Juga mengenai dewan pengawas, serta tentang keputusan SP3 untuk suatu perkara dan pengangkatan penyelidik oleh KPK.
Sementara itu Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengingatkan revisi UU No 30 tahun 2002 tentang KPK yang sedang diproses di DPR RI tidak sampai menjadi sumber pertengkaran nasional.
"Sampai saat ini masih terjadi pandangan yang pro dan kontra terhadap revisi UU KPK, meskipun DPR RI sudah mulai memprosesnya," kata Fahri Hamzah di sela kunjungan kerjanya di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Rabu.
Menurut Fahri, revisi UU KPK harus membawa semangat penegakan supremasi hukum, khususnya dalam pemberantasan korupsi.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menegaskan, pada revisi UU KPK ini hendaknya Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa UU KPK harus menjadi sumber penegakan supremasi hukum.
Fahri juga mengingatkan agar bangsa Indonesia bersatu dan secara bersama-sama memberantas korupsi.
"Jangan sampai dari revisi UU KPK ini ada pihak yang mengambil keuntungan, tapi ada pidak lain yang menderita," katanya.
Revisi UU KPK ini masuk dalam program legislasi nasional (prioritas) tahun 2016 yang diusulkan oleh enam dari 10 fraksi di DPR RI.
Pewarta: Panca H Prabowo
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016