"Yang lebih memiriskan lagi karena yang hadir dan membuka acara lomba waria itu adalah pejabat di Pemkab Bone,"

Makassar (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Makassar, Sulawesi Selatan, mengaku prihatin dengan pelaksanaan lomba waria di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel), pada 25 Januari 2016.

Ketua Komisi Media dan Informasi MUI Makassar, Dr Firdaus Muhammad di Makassar, Selasa, juga menyayangkan sikap pejabat khususnya di lingkup Pemerintah Kabupaten Bone yang justru ikut memeriahkan dan membuka acara lomba waria tersebut.

"Yang lebih memiriskan lagi karena yang hadir dan membuka acara lomba waria itu adalah pejabat di Pemkab Bone," jelasnya dalam acara dialog publik tentang Fatwa sesat Gafatar, Fenomena LGBT, dan Larangan Perayaan Valentine Day oleh Pemkot Makassar.

Mengenai perkembangan lesbian, gay, bisexual and transgender (LGBT), dirinya mengakui memang sudah menjadi fenomena. Namun demikian, MUI juga tegas untuk tidak akan mengakomodasi prilaku tersebut karena memang jelas-jelas telah melanggar ketentuan agama.

"Kejadian (perlombaan waria) di Bone bukan yang pertama, namun sudah menjadi yang kelima di Sulsel. Ini memang sempat luput dari perhatian kita bersama. Ini karena mereka (para pelaku) sepertinya memiliki cara-cara yang halus yang membuat kita sedikit lengah," ujarnya.

Sementara Ketua MUI Makassar, Dr KH Baharuddin HS MA, menyatakan LGBT itu memang sudah jelas-jelas salah di mata agama. Jadi, bagaimanapun prilaku dan kegiatannya juga tidak akan benar.

Dirinya juga berharap dalam komunitas itu nanti bisa membentuk majelis taklim sehingga bisa memberikan pencerahan. Tujuannya tentu saja agar bisa kembali hidup normal seperti ketentuan Allah SWT.

"Saya kira jika ada majelis taklim yang bisa dibentuk dalam kemunitas itu, juga akan sangat membantu. Karena guru-guru yang didatangkan bisa memberikan pelajaran atau ilmu agama yang benar," katanya.

Mengenai rencana memanggil komunitas LGBT, dirinya mengaku itu sesuatu yang wajar. Namun pihaknya juga mengaku tidak bisa langsung meminta atau membubarkan secara paksa namun harus melalui dakwah yang pelan-pelan agar bisa menerima ilmu agama.

"Kita tentu ingin penganut atau pengikut LGBT ini bisa kembali hidup normal dan membangun rumah tangga sesuai ketentuan agam," ujarnya.

Pewarta: Abd Kadir
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016