Tahun Baru Tibet, yang bermula Selasa, normalnya ditandai dengan ritual religius, doa-doa panjang, pacuan kuda, serta temu dan perjamuan keluarga.
Namun kecintaan orang-orang Tibet pada monyet membuat perayaan tahun baru mendatang lebih penting lagi bagi mereka.
"Penduduk primitif dataran tinggi Tibet diyakini memuja monyet rhesus sebagai leluhur paling awal mereka," kata Prof. Cedain Tashi, peneliti spesialis Tibet di Tibet University, Lhasa.
Ia mengatakan bahwa orang Tibet meyakini sebuah "gua monyet" di pegunungan yang ada di kotapraja Zetang di Daerah Nedong, Prefektur Shannan, sebagai tempat tinggal keramat monyet leluhur mereka sekaligus tempat lahir orang Tibet pertama.
"Sebenarnya, 'Zetang' dalam bahasa Tibet artinya 'tempat monyet bermain'," katanya.
Sampai sekarang, menurut dia, warga lokal masih membakar hio dan memberikan penghormatan di situs itu saat festival-festival besar.
Di samping itu, banyak orang di Prefektur Shannan biasa menaruh tengkorak monyet di atas atap atau dinding luar rumah mereka, percaya itu akan membawa peruntungan baik dan menakuti roh jahat.
Hal yang hampir sama dilakukan komunitas Tibet di Provinsi Qinghai, tempat orang biasa menggantung poster monyet di pintu-pintu rumah mereka.
Menuju akhir abad ke-20, para arkeolog menggali karya seni keramik dengan totem monyet di satu situs di pinggiran utara Lhasa menurut profesor itu.
"Ini mengindikasikan warga Tibet kuno memuja binatang ini."
Satu mural monyet juga menjadi pusat Kuil Jokhang di pusat kota Lhasa. Prof Cedain Tashi mengatakan di masa lalu orang yang mendapat promosi atau prestasi sekolah akan memberikan penghormatan ke monyet pada mural itu sebelum menyembah Sakyamuni.
"Mereka merasa ingin berbagi berita bagus dengan nenek moyang mereka sebelum menyembah Buddha."
Sepekan sebelum tahun baru, Zhoigar melakukan perjalanan ke Lhasa dari rumahnya di Daerah Dagze untuk membeli sepasang lemari baru dengan gambar monyet serta kelinci, gajah dan burung.
"Pertanda menguntungkan memiliki monyet di rumah di tahun monyet," katanya.
Gambar pada lemari itu merupakan karya seni Tibet yang terkenal dan sekarang bisa di lihat di candi-candi dan hampir setiap rumah di dataran tinggi itu.
Lukisan itu dibuat berdasarkan dongeng yang menceritakan bagaimana empat binatang bekerja bersama untuk menanam sebuah pohon tinggi dan memanen buahnya.
"Orang Tibet mencintai lukisan ini karena mereka mendambakan kedamaian dan harmoni," kata Gyari Lobsang Namgyai, spesialis budaya tradisional Tibet .
"Bahkan binatang-binatang yang berbeda bisa hidup bersama dalam harmoni, ras manusia tentunya bisa melarutkan ketidakcocokan dan membangun hubungan baik."
Warga Tibet juga menantikan serangkaian ritual religius yang hanya berlangsung di tahun monyet karena Guru Rinpoche atau Padmasambhava diyakini lahir pada tahun monyet.
Salah satu ritualnya adalah tarian religius di pinggiran Lhasa pada hari kesepuluh pada bulan kelima dalam kalender Tibet, ketika anak-anak mengenakan topeng monyet dan berpesta.
Pada hari ke-15 bulan kelima kalender Tibet, semua "penjaga Dharma" dan berbagai vihara di seluruh dataran tinggi Tibet akan berkumpul di Vihara Nechung di Lhasa. Masing-masing akan menunjukkan ototnya ke kerumunan untuk membuktikan bahwa dialah penjaga yang sesungguhnya.
"Itu bentuknya seperti kontes, tapi tidak harus berakhir dengan satu pemenang. Tujuan nyata dari acara itu adalah untuk memperingati Padmasambhava," kata Prof Cedain Tashi seperti dilansir kantor berita Xinhua.
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016