Beijing (ANTARA News) - Konsulat Jenderal RI di Hong Kong menyatakan tidak ada pembatasan visa oleh Pemerintah Administrasi Khusus Hong Kong bagi warga negara Indonesia (WNI).
"Setelah saya klarifikasi ke pihak imigrasi Hong Kong, isi pemberitaan itu tidak benar. Tidak ada perubahan apa pun terkait perjanjian bebas visa antara Indonesia dengan Hong Kong yang sudah berlaku sejak tahun 1998 lalu," kata Konsul Imigrasi di KJRI Hong Kong, Andry Indrady kepada Antara di Beijing, Kamis.
Sebelumnya Direktur Jenderal Imigrasi Hong Kong, Eric Chan Kwok-ki seperti dikutip media setempat menyebut warga Indonesia dan India akan menghadapi pembatasan visa.
"Justru, kami akan melakukan kerjasama intensif untuk menurunkan jumlah WNI overstayer di Hong Kong," kata Andry
Jumlah WNI yang berstatus "overstayer" (habis ijin tinggal) tercatat berkisar 5.000 hingga 7.000 orang. Belum lagi, sekitar 1.500 orang di antaranya merupakan pemegang "recognition paper".
"Recognition paper" merupakan dokumen yang diberikan oleh pemerintah Hong Kong bagi warga asing yang takut kembali ke negara asal karena diancam oleh pihak tertentu, sehingga mereka mengajukan perlindungan atau suaka ke pemerintah Hong Kong.
"Total pemegang dokumen tersebut ada 11 ribu orang. Indonesia menduduki posisi keempat setelah Pakistan, Vietnam, dan India," kata Andry yang menyebut di antara keempat negara itu yang memperoleh fasilitas bebas visa hanya India dan Indonesia.
Andry menjelaskan sebagai pemegang "recognition paper", maka warga asing akan diberikan tunjangan uang makan senilai 1.500 HK dolar tau setara Rp 2,7 juta per bulan dan 3.200 HK dolar atau Rp 5,6 juta untuk biaya tempat tinggal.
Nominal itu sebetulnya tidak cukup untuk biaya hidup di Hong Kong. Oleh sebab itu, banyak pemegang "recognition paper" yang memilih bekerja secara tidak resmi di berbagai tempat.
Padahal, jika telah diberikan dokumen itu, pemerintah Hong Kong melarang mereka bekerja karena statusnya yang sedang mencari suaka, tuturnya.
"Sayangnya, justru fasilitas itu menjadi faktor penarik banyaknya WNI yang ingin memperpanjang masa tinggalnya di Hong Kong. Padahal, izin tinggal dan kontrak kerjanya sudah habis," kata Andry.
Ia menyebut hingga saat ini belum pernah ada pengajuan "recognition paper" yang diterima oleh pemerintah Hong Kong. Bahkan, setelah ditolak, warga asing tersebut akan dideportasi dan dicekal seumur hidup untuk masuk ke Hong Kong.
"Justru WNI lebih dirugikan jika memegang recognition document, selain 90 persen kemungkinannya ditolak pemerintah, mereka juga tidak akan lagi bisa menjejakkan kaki di Hong Kong," kata Andry.
Andry menenggarai wacana pembatasan visa tersebut, dikarenakan jumlah WNI berstatus overstayer semakin tinggi.
Terkait itu ia meminta WNI yang sudah habis izin tinggal dan kontrak kerjanya agar segera kembali ke Tanah Air. Bagi mereka yang ingin melanjutkan pekerjaannya di Hong Kong supaya mengurus perpanjangan kontrak.
Andry juga mengimbau agar WNI bekerja secara resmi di Hong Kong. Supaya jika terjadi masalah ketenagakerjaan, bisa lebih mudah dilindungi.
Pewarta: Rini Utami
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016