Jakarta (ANTARA News) - Menteri Agama (Menag), Muhammad Maftuh Basyuni, kembali meminta maaf kepada jemaah haji Indonesia tahun 2006 terkait ketidakberesan penyediaan katering, dan Pemerintah bertekad memperbaiki kebijakannya, agar kasus serupa tidak terulang lagi di masa mendatang.Demikian pernyataan Menteri Agama dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Panitia Ad Hoc (PAH) III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Gedung DPD di Senayan Jakarta, Selasa. Raker dipimpin Ketua PAH III DPD, Nuzran Joher, didampingi Wakil Ketua PAH III, Faisal Mahmud. "Izinkanlah, kami sekali lagi meminta maaf kepada para jemaah haji atas kesulitan yang ditanggungnya selama berada di Armina dengan iringan doa semoga kesabaran dan ketabahannya menambah nilai kemabrusan hajinya," kata Menag. Ia menjelaskan, perbaikan yang sedang dilakukan pemerintah menyangkut aparatur di Departemen Agama, perampingan struktur organisasi di Arab saudi, menghilangkan pengendali, mengurangi wakil ketua PPIH dan wakil daker(daerah kerja) . Selain itu, ia pun mengemukakan, melakukan pengurangan jumlah petugas haji, melakukan penghapusan fasilitas haji bagi mereka yang tidak berhak, menyediakan makan di Madinah, serta transparansi dan efisiensi dalam pengadaan barang dan jasa. Mengenai kisruh katering bagi jemaah haji, Menag menjelaskan, dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada jemaah haji dan menanggapi aspirasi yang berkembang di lapangan tentang pelayanan katering di Armina, maka dicari alternatif penyedia konsumsi di Armina yang selama ini ditangani muasasah Asia Tenggara. Alternatif itu, katanya, untuk merespon kritik banyak kalangan mengenai katering yang tidak sesuai dengan selera jemaah haji dan biayanya yang terlalu mahal. Pada Raker dengan Komisi VIII DPR pada 20 Juli 2006 dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 11 Oktober 2006, pihaknya di satu sisi diminta mengecek dan mempelajari komponen biaya selama di Armina seharga SR300 per orang. Di sisi lain, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam pemeriksaan tahun 2006 memberi catatan kehilangan potensi penghematan biaya penyelenggaraan haji untuk sektor luar negeri di Armina. Oleh karena itu, ia menyatakan, Departemen Agama mencari alternatif dalam pelayanan katering di Armina, dan setelah melalui berbagai tahapan sesuai ketentuan yang berlaku di Arab Saudi, maka ditetapkan ANA for Development sebagai penyedia katering di Armina. Penyediaan katering di Armina di luar muasasah juga dilakukan oleh negara lain, seperti Iran dan India. Namun, pihak muasasah mengajukan protes terhadap kontrak penyediaan katering oleh ANA for Development. ANA pada 6 Desember 2006 melaporkan kepada Menteri Haji Arab Saudi bahwa mereka tidak diberi akses menggunakan dapur di perkemahan maktab-maktab di Arafah dan peralatan yang telah disediakan dirusak oleh maktab, serta menghadapi gangguan penyediaan katering di maktab. Dubes RI Untuk Arab Saudi, Salim Seggaf, tetap meminta ANA, agar berusaha semaksimal mungkin untuk menyediakan dapur di Arafah. Namun, ANA tidak menyanggupi untuk menyiapkan 75 dapur, karena peralatan dapur sudah dirusak oleh maktab-maktab dan tidak tersedia kemah khusus untuk dapur. Akibat tidak adanya dapur di Arafah, kata Menag, penyediaan dan pendistribusian katering untuk 189 .000 haji Indonesia pada 8 Desember hingga 10 Desember 2006 tidak dapat dilakukan secara baik. Jemaah haji Indonesia tidak mendapat leyanan makanan yang seharusnya. Untuk mengurangi kerugian dan penderitaan jemaah haji, Pemerintah telah mengembalikan uang katering di Armina senilai SR300 kepada 189.000 haji, meskipun disadari bahwa kompenasi tersebut belum dapat menebus kekecewaan dan penderitaan mereka. "Untuk menjaga hubungan baik kedua negara, dimohon kiranya Mendagri Arab Saudi dapat mengambil langkah penting untuk penyelesaian kegagalan ANA melaksanakan kontrak kerja pelayanan katering bagi jemaah haji Indonesia," demikian Muhammad Maftuh Basyuni. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007