Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo dan melaporkan bahwa kebijakan pungutan dana pengembangan sawit atau yang dikenal sebagai CPO supporting fund (CSF) pada ekspor Crude Palm Oil (CPO) terlalu memberatkan mereka.
Ketua Umum Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) AM Muhammadiyah di Jakarta Rabu mengatakan, kebijakan tersebut dianggap memangkas penghasilan petani kelapa sawit.
"Karena itu kami memohon kepada Bapak Presiden RI untuk sekiranya dapat mengoreksi kebijakan tentang pungutan ekspor CPO tersebut bagi keberlangsungan hidup 4 juta lebih Petani Plasma Sawit," katanya melalui keterangan tertulis.
Muhammadiyah menjelaskan, pungutan terhadap ekspor CPO sebesar 50 dolar AS atau setara Rp700.000 per ton sangat mempengaruhi pendapatan para petani dari penjualan tandan buah segar (TBS) sawit, yang dibeli oleh pabrik pengolah kelapa sawit karena dibebankan langsung kepada mereka.
Oleh karena itu, tambahnya, APPKSI mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk untuk meminta agar pungutan tersebut dikaji kembali demi kepentingan petani sawit.
"Ini terlihat dengan makin jatuhnya harga TBS Petani dari Rp1,2 juta per ton hingga saat ini turun menjadi kisaran Rp500-Rp700 ribu per ton. Tentu saja ini akan memberatkan keberlangsungan hidup Petani sawit serta perawatan kebun Plasma Petani sawit," ujarnya
Menurut dia, sebelum adanya pungutan CSF, pendapatan yang diterima petani plasma setiap menjual 5 ton TBS sawit sebesar Rp3,5 juta.
Namun setelah ada pungutan tersebut, pendapatan mereka menyusut menjadi sebesar Rp2,8 juta saja, atau setiap ton dihargai Rp 560 ribu, i justru lebih kecil dari nilai pungutannya.
Di sisi lain, kata dia, kebijakan pungutan ekspor CPO tersebut, juga tidak diterima para petani, karena dana tersebut akan dialokasikan untuk subsidi bio diesel, yang tidak berdampak langsung terhadap petani plasma.
Secara terpisah Ketua Ketua APPKS Riau Juprian mengatakan, kebijakan pungutan ekspor CPO menyebabkan para petani tidak dapat membayar angsuran pembayaran Kredit dari Bank selama lima bulan terakhir.
Bahkan, tambahnya, banyak kebun yang kurang dipupuk akibat jatuhnya harga TBS akibat Kebijakan pungutan ekspor CPO tersebut .
Oleh karena itu dia mengusulkan supaya Presiden Jokowi mencabut kebijakan pungutan tersebut karena bisa menyengsarakan jutaan orang yang bergantung hidupnya pada perkebunan sawit swadaya.
Hal itu, tambahnya, karena, para petani sudah mengalami kesulitan akibat harga pupuk yang tinggi, sementara bantuan pupuk dari pemerintah banyak yang tidak sampai ke tangan mereka.
"Itu sama saja membunuh petani petani kecil, jadi kami minta supaya kebijakan ini dicabut. Seharusnya petani kecil dipermudah dengan memberikan kemudahan pinjaman atau pinjaman lunak supaya bisa meningkatkan kesejahteraan," ujar dia.
Dia juga meminta supaya pemerintah lebih jeli terhadap permasalahan yang dialami oleh masyarakat, terutama para petani kecil, sehingga tidak akan ada lagi kebijakan yang hanya menguntungkan pengusaha atau segelintir kalangan.
Pewarta: Subagyo
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016