Banjarmasin (ANTARA News) - Kondisi air Sungai Martapura yang selama ini menjadi sumber bahan baku air minum masyarakat setempat kian jelek saja.
Direktur Operasional Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bandarmasin, Ir Yudha Ahmadi kepada pers di Banjarmasin, Selasa mengakui kondisi air Sungai Martapura sekarang berada pada titik terendah.
Tak pernah tingkat keasaman air Sungai Martapura yang setinggi sekarang dengan pH sampai 4 hingga 5, padahal normalnya antara pH 6,2 hingga 8.
Sudah bisa dibayangkan bagaimana mengolah air Sungai Martapura yang begitu pekat keasamannya menjadi air bersih yang bisa disuplai ke masyarakat untuk menjadi air minum, tetapi itu sudah menjadi tanggungjawab perusahaannya.
"Makanya untuk mengolah air pekat seperti itu tak bisa hanya secara konvensional mengolah air bersih, kini harus ada tambahan soda," katanya didampingi Humas PDAM setempat, Ramadhani.
Dulu mengolah air bersih cukup menggunakan pembersih seperti tawas dan kaporit, jarang sekali menggunakan soda, bahkan dulu empat ton soda bisa digunakan untuk setahun, sekarang empat ton soda hanya untuk satu hari, karena pekatnya asam air sungai itu.
Terjadinya kepakatan air Sungai Martapura, setelah terjadi kemarau panjang beberapa waktu lalu, dimana lahan-lahan gambut dan rawa-rawa sekitar wilayah Sungai Martapura banyak yang terbakar.
Setelah turun hujan, maka lahan gambut dan rawa-rawa terbakar tersebut juga terkena hujan dan airnya yang membawa tingkat keasaman yang tinggi itu terbawa arus hingga turun ke sungai dan terkumpul di Sungai Martapura.
"Bisa dilihat warna air Sungai Martapura sekarang ini, bewarna warni, ada warna merah, ada warna kuning, ada yang hijau, bahkan ada yang bening, yang menandakan kondisi keasamannya benar-benar tidak normal," katanya.
Ia berharap jika turun hujan terus menerus belakangan ini, maka pencucian lahan gambut dan rawa-rawa terus berlangsung maka air sungai kondisinya bisa normal lagi, dan itu sudah mulai terlihat dalam hari-hari terakhir, demikian Yudha Ahmadi.
Pewarta: Hasan Zainuddin
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016