Toh, selama berada di sana masyarakatnya menerima saya dan keluarga dengan sangat baik.Bandung (ANTARA News) - "Empat hektare di sana mah sedikit. Tapi dari satu hektare lahan pertanian yang saya tanami mentimum, setiap panen 1,5 bulan saya bisa mendapatkan penghasilan Rp15 sampai Rp20 juta," kata Burhan.
Mantan anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) asal Jawa Barat itu sedang menceritakan kegiatan selama di Kalimantan sejak pindah enam bulan lalu.
Burhan memboyong istri serta anaknya ke Kalimantan dan punya sepeda motor, tanah seluas empat hektare.
Kini, dia dan 194 mantan Gafatar dari 11 kabupaten dan empat kota di Jawa Barat, sudah satu pekan menempati tiga balai milik Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, di Kota Cimahi.
Mereka sebelumnya ditampung di Rumah Pelindungan dan Trauma Center Bambu Apus, Jakarta Timur.
Bingung, mungkin itu kata yang mewakili mereka ketika harus memulai kembali hidup di daerah asal masing-masing.
"Kalau ditanya bagaimana perasaan saya terkait pemulangan ini, saya sih biasa saja enggak gimana-mana perasaannya," kata Burhan yang berasal dari Kabupaten Sukabumi.
Sambil menggendong buah hatinya yang berusia sekitar dua tahun, Burhan menuturkan sebenarnya dirinya bingung ketika harus kembali ke daerah asalnya.
"Apa yang saya rasakan ketika harus pulang hari ini, ya tanpa perasaan. Pokoknya enggak bisa dijelaskan kata-kata."
Ia sangat berharap pemerintah bisa mengembalikan aset-aset miliknya senilai Rp40-50 juta yang ditinggalkan di Kalimantan.
"Sekarang gimana mau mulai, aset semua disana. Sekarang harus mulai lagi dari nol. Sebenarnya harapan saya sih bisa kembali ke Kalimantan. Toh, selama berada di sana masyarakatnya menerima saya dan keluarga dengan sangat baik. Tapi kalau memang tidak mungkin ya apa boleh buat," kata Burhan.
Tak jauh berbeda dengan Burhan, mantan anggota Gafatar asal Kabupaten Bogor, Amalia (33) juga mengaku bingung ketika harus kembali ke tempat asalnya tersebut.
Ibu dua orang anak ini mengaku lebih senang menjalani kehidupannya di Kalimantan karena biaya hidup yang lebih murah. "Sekarang kami enggak punya uang. Mau berdagang, tapi enggak punya modal," katanya.
Selama berada di Kalimantan, Amalia bersama suaminya bertani dan menjadi nelayan. Kami sudah punya kemampuan bertani dan nelayan. Sudah punya aset juga," katanya.
Perbedaan biaya hidup yang jauh lebih murah di Kalimantan dengan Bogor juga menjadi alasan ia lebih memilih hidup di Kalimantan.
"Kalau di sana dulu uang rp10 ribu dapat empat kilogram ikan kembung. Nah,di sini ikan kembung rp15 ribu setengah kilo," katanya.
Tak jauh berbeda dengan Burhan, Amalia juga berharap janji pemerintah untuk menggantikan aset mereka bisa ditepati.
"Katanya mau diganti asetnya. Ya semoga saja. Soalnya sekarang senang mau pulang, tapi mikirin ekonomi jadi pusing," ujarnya.
Sementara itu, rekan mereka, Arif Pranowo asal Bekasi, merasa media menghakimi.
Dia menilai pemberitaan tentang mereka sangat tidak berimbang.
Keluhannya tersebut ia utarakan langsung kepada Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan saat mengunjungi mantan pengikut Gafatar ke Dinas Sosial Jawa Barat, di Kota Cimahi, Jumat (29/1).
"Tolong beritakan kami secara berimbang, selama ini berita yang beredar tentang kami negatif semua. Saya berharap bisa pulang ke kampung dengan kondisi tenang dan nyaman tanpa ada gangguan," katanya.
Mengingat sebagian besar mantan pengikut Gafatar asal Jawa Barat yang hijrah ke Kalimantan berprofesi sebagai petani dan nelayan ia berharap pemerintah bisa menfasilitasi mereka dengan menyediakan lahan untuk digarap.
"Saya juga berharap aset-aset miliknya dan pengikut Gafatar lainnya di Kalimantan bisa dikembalikan kepada kami. Kami berharap pemda di sini bisa memediasi dengan pemda di sana agar aset kami di sana kembali lagi," kata dia.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengemukakan mantan Gafatar asal Jawa Barat yang enggan pulang ke daerah asal dapat ikut serta dalam program transmigrasi.
"Tapi usulan ini harus mendapat persetujuan dari pemerintah pusat melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi," kata dia.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, lanjut Aher, akan selalu berupaya memberikan pelayanan terbaik bagi semua warganya tak terkecuali mantan anggota Gafatar.
"Saya tegaskan, saya tidak pernah punya pandangan negatif kepada kalian, saya memandang Bapak-Ibu saudara kami, makanya kami urus layani dengan baik," kata Ahmad Heryawan.
Oleh Ajat Sudrajat
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016