Jakarta (ANTARA News) - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf mengatakan senjata yang dipakai teroris dikirimkan melalui jalur yang tidak bisa diperiksa bea cukai yang dia istilah dengan "jalan tikus", sedangkan dana untuk membeli senjata didapatkan dari Timur Tengah .
"Poinnya begini. Senjata itu masuk tidak dengan sendiri. Kenapa bisa masuk, banyak jalan tikus, sehingga bea cukai tidak tahu," kata Yusuf di kantor Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan di Jakarta, Senin.
Yusuf menjelaskan aliran dana aksi teror bom Thamrin berasal dari Timur Tengah dan sejumlah yayasan yang lantas digunakan oleh penerima untuk membeli senjata di Filipina yang kemudian diselundupkan ke Indonesia melalui jalur yang tidak ada pemeriksaan oleh bea cukai.
Yusuf lalu menilai polisi perlu diberi wewenang tambahan untuk menyidik lokasi-lokasi "jalan tikus" itu. "Karena kita banyak jalan tikus ini," jelas dia.
Menurut Yusuf, teror bom di Jalan M.H. Thamrin pada 14 Januari 2016 dibiayai dengan dana puluhan juta rupiah yang berasal dari daerah berkonflik di Timur Tengah. Dana ini tidak diberikan secara langsung, melainkan beberapa kali pengiriman.
Yusuf mengaku PPATK sudah mendeteksi aliran dana dari daerah berkonflik di Timur Tengah, namun belum mengetahui tujuan aliran dana itu.
PPATK juga mendapatkan informasi bahwa penerima dana adalah seseorang yang memiliki paham radikal, namun lembaga ini dan sejumlah lembaga terkait penanggulangan teror sulit mengetahui lokasi dan waktu serangan teror.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016