Jakarta (ANTARA News) - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memastikan pesawat AdamAir KI 172 jenis B 737-300 melengkung bodinya akibat pendaratan tidak normal atau sangat keras (hard landing) di Bandara Juanda, Surabaya (21/2).
"Hasil analisa sementara dapat kita pastikan, pesawat itu melengkung karena pendaratan tidak normal yakni sangat keras (hard landing)," kata Ketua KNKT, Setio Rahardjo menjawab pers di Jakarta, Senin.
Setio mengaku, proses investigasi di lapangan, Bandara Juanda atau tempat pesawat KI 172 yang diinapkan di hanggar Merpati selama ini, sudah selesai dan kini tinggal menganalisis serta melengkapi data lain.
"Data itu, terutama dari hasil pembacaan kotak hitam yang segera kita kirim ke Taipei dan diperkirakan sekitar 2-3 minggu selesai," kata Setio.
Senada dengan Setio, Ketua Tim Investigasi KI 172 KNKT, Capt Ertata Lanang Galih menegaskan, berdasarkan hasil analisis itu ternyata tak ditemukan kelemahan pada struktur pesawat jenis B 737-300 itu.
Setio juga menegaskan bahwa tidak adanya kelemahan struktur pada pesawat itu tak terkait dengan penghentian sementara enam pesawat tipe sejenis milik Adam Air beberapa waktu lalu oleh pemerintah.
"Tidak ada kaitannya. Saya pun dari Surabaya ke Jakarta sudah memakai salah satu dari dua pesawat yang sudah dirilis kembali oleh Dephub," kata Setio.
Investigasi Levina
Terkait dengan KM Levina 1 yang tenggelam Kamis pagi (22/2), Setio menjelaskan, penyelidikan terhadap dugaan penyebab kebakaran masih diteruskan.
"Namun, fokusnya pada penyebab kapal terbakar bukan kapal tenggelam karena ini (tenggelam, red) bukan kegiatan transportasi," katanya.
Kendati begitu, Setio memastikan, kapal tersebut masih bisa diinvestigasi karena KNKT telah memiliki data-data awal misalnya hasil interogasi dengan awak kapal dan sejumlah penumpang.
Ketua Tim Investigasi KNKT untuk KM Levina 1, Kunto Prayogo mengaku, investigasi akan dilakukan dan diselesaikan secepatnya, meski ada kendala yakni barang bukti sudah tenggelam.
"Anggota tim sudah sempat satu jam berada di atas kapal, sebelum tenggelam, tetapi datanya belum bisa digunakan untuk analisis," katanya.
Dia juga mencatat, kapal sebelum tenggelam memang telah miring 15 derajat dan telah dilakukan pengisian air supaya tegak lagi tetapi tidak berhasil dan kemiringan bertambah, hingga tenggelam setelah diperparah dengan hantaman ombak dan air masuk.
Kunto juga menegaskan, pihaknya segera meminta data manifes penumpang dan kargo kepada operator KM Levina 1, tetapi hingga kini belum diberikan.
Terkait dengan dugaan awal penyebab terbakarnya kapal, Setio dan Kunto juga sependapat bahwa sumbernya berasal dari dek kendaraan di bagian bawah.
"Data terakhir kita, tidak hanya satu truk tetapi tiga truk yang diduga bermuatan barang berbahaya," kata Setio Rahardjo.
Kemudian, jika dugaan penyebab terbakarnya kapal tersebut mengarah kepada tindak kriminal, maka KNKT akan mundur dan menyerahkannya kepada Polri.
Data Dephub hingga saat ini, total korban KM Levina 1 yang terbakar di Selat Sunda, Kamis pagi (22/2), 41 orang tewas, selamat 300 orang dari total yang ditemukan 316 orang. Padahal yang tercantum dimanifes penumpang hanya 307 orang.
Surat Izin Usaha Pelayaran (SIUPAL) operator KM Levina 1 sendiri telah dicabut oleh pemerintah sejak 23 Januari 2007.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007