Kunjungan itu pun meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut.
Taipei menegaskan pulau Taiping di Kepulauan Spratly adalah bagian dari wilayahnya, tetapi pulau itu juga diklaim sebagian atau keseluruhan oleh Vietnam, Tiongkok, Filipina, Malaysia dan Brunei Darussalam.
Dalam pidato kepada militer di Taiping, Ma mengatakan pulau itu "bagian melekat dari Republik Tiongkok". Presiden Ma menggunakan nama resmi Taiwan.
"Pulau ini tidak bisa disengketakan," kata dia.
Kunjungan Ma ke Taiping dilakukan karena beberapa negara pengklaim lain meningkatkan kehadiran militer mereka di wilayah yang disengketakan itu.
Tiongkok mengakui hampir seluruh pulau di Laut Cina Selatan sebagai wilayahnya, dan negara-negara pengklaim lainnya mengeluh bahwa Tiongkok menjadi semakin agresif dalam menyatakan klaimnya.
Namun, Presiden Ma menggunakan nada yang lebih lunak, menyerukan untuk mengesampingkan perselisihan dan mengusulkan eksplorasi bersama wilayah yang diyakini menyimpan banyak sumber daya alam itu.
"Untuk menyelesaikan sengketa di Laut Cina Selatan, pemerintah Taiwan akan bekerja untuk menjaga kedaulatan, mengesampingkan perselisihan, mengupayakan perdamaian dan timbal balik, serta mempromosikan pembangunan bersama," kata Ma.
Amerika Serikat, yang mengaku tidak ingin melihat eskalasi ketegangan di kawasan itu, mengatakan kunjungan Ma ke Pulau Taiping "sangat tidak membantu dan tidak memberikan kontribusi pada penyelesaian damai sengketa di Laut Cina Selatan".
Selain AS, Vietnam juga memprotes kunjungan Ma tersebut.
"Kami dengan tegas menentang tindakan Presiden Ma berkunjung ke Itu Aba (sebutan Vietnam untuk pulau Taiping)," kata Tran Duy Hai, perwakilan dari Kantor Ekonomi dan Kebudayaan Vietnam di Taipei, kepada AFP.
(Uu.Y012)
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016