Pertama soal keekonomian yaitu perbandingan harga jual dengan risiko yang dihadapi investor karena dana yang dikucurkan pada investasi ini cukup besar mencapai empat juta dolar Amerika Serikat (AS) per Mega Watt,"
Solok, (Antara) - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memaparkan ada tiga kendala yang dihadapi dalam pengembangan panas bumi sebagai sumber energi listrik di Indonesia.
"Pertama soal keekonomian yaitu perbandingan harga jual dengan risiko yang dihadapi investor karena dana yang dikucurkan pada investasi ini cukup besar mencapai empat juta dolar Amerika Serikat (AS) per Mega Watt," kata Kasubdit Pelayanan dan Bimbingan Panas Bumi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Budi Herdiyanto di Kabupaten Solok, Sumatera Barat (Sumbar), Kamis.
Ia menyampaikan hal itu pada acara sosialisasi pengembangan panas bumi di wilayah kerja Gunung Talang-Bukit Kili Kabupaten Solok.
Menurut dia, nilai keekonomian pengembangan panas bumi sebanding dengan risiko yang dihadapi salah satu variabelnya adalah wilayah kerja yang telah dikeluarkan izin masih dalam kategori terduga.
Pemerintah tidak punya dana lebih untuk melakukan pengeboran sendiri sehingga tidak dapat menyajikan data yang bersifat terbukti ada kandungan panas bumi, kata dia.
Artinya selama ini wilayah yang ditawarkan masih terduga sehingga investor juga perlu menetapkan harga yang sebanding dengan risiko yang dihadapi, lanjut dia.
Kendala kedua selama ini hampir sebagian besar wilayah eksplorasi panas bumi berada di wilayah hutan lindung atau konservasi sehingga terkendala perizinan.
Sepanjang ada prosedur yang jelas tentang waktu dan biaya tidak masalah bagi investor, tapi kalau tidak ada kejelasan maka mereka berada dalam ketidakpastian, kata dia.
Ia menilai penyederhanaan perizinan merupakan hal prioritas mulai dari Kementerian Kehutanan, pemerintah setempat.
Berikutnya soal penerimaan masyarakat lokal ketika ada rencana eksplorasi panas bumi di wilayahnya yang selama ini ada yang menolak. namun ada juga yang bisa menerima.
Pemahaman masyarakat berbeda-beda oleh sebab itu perlu komunikasi dan sosialisasi apa manfaat pengembangan panas bumi sehingga mereka tidak menolak, kata dia.
Ia mengatakan masih dijumpai masyarakat yang belum dapat membedakan antara eksplorasi panas bumi dengan gas berkaca dar kasus lumpur Lapindo.
Masyarakat harus diberi pemahaman manfaat pengembangan panas bumi jauh lebih besar ketimbang kerugiaannya, ujar dia.
Ia menambahkan Indonesia memiliki potensi panas bumi yang cukup besar mencapai 29 Giga Watt tersebar di 324 titik.
Sementara Penjabat Bupati Solok, Devi Kurnia mengatakan perlu sosialisasi lebih intensif kepada masyarakat tentang pengembangan panas bumi agar tidak terjadi penolakan.
Ia menyebutkan saat ini ada empat blok potensi panas bumi di Kabupaten Solok yaitu di Gunung Talang, Bukit Kili, Sumani dan Surian.
Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016