Para pejabat akan bekerja dengan badan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNHCR, untuk mengidentifikasi anak-anak yang memenuhi syarat untuk memperoleh tempat tinggal di Inggris, demikian pengumuman Kementerian Dalam Negeri.
Perdana Menteri David Cameron mengumumkan pada September bahwa 20.000 pengungsi dari kamp-kamp perbatasan Suriah akan dibawa masuk hingga 2020. Lebih dari 1.000, separuhnya anak-anak, telah tiba.
Namun Inggris memilih keluar dari kuota Uni Eropa untuk menerima migran dan membaginya ke 28 negara anggota blok itu.
"Krisis di Suriah dan kejadian-kejadian di Timur Tengah, Afrika utara dan sebagainya telah memisahkan sejumlah besar anak-anak pengungsi dari keluarga mereka," ujar Menteri Imigrasi James Brokenshire dalam sebuah pernyataan.
Dia menambahkan bahwa sementara mayoritas dari mereka lebih baik tinggal di wilayah itu dan tetap bersama dengan anggota keluarga besarnya, "kami telah meminta UNHCR untuk mengidentifikasi kasus-kasus luar biasa dimana anak-anak lebih baik dipindahkan ke Inggris dan membantu kami membawa mereka ke sini".
Seorang juru bicara Kementerian Dalam Negeri mengatakan dia tidak dapat mengkonfirmasi berapa jumlah anak yang tercakup dalam skema tersebut.
Tekanan meningkat pada Cameron untuk menerima lebih banyak anak-anak setelah beredar gambar seorang anak asal Suriah berusia tiga tahun, Aylan Kurdi, tenggelam saat keluarganya berusaha mencapai Yunani tahun lalu
Inggris telah menyerahkan lebih dari satu miliar poundsterling (sekitar Rp19,8 triliun) untuk membantu para pengungsi di Suriah dan wilayah lainnya, yang menjadikan negara itu sebagai donatur terbesar kedua untuk meringankan krisis setelah Amerika Serikat.
Negara itu pada Kamis juga mengumumkan penyediaan dana baru hingga 10 juta poundsterling (sekitar Rp197 miliar) untuk membantu pengungsi anak-anak di wilayah Eropa.
Imigrasi merupakan salah satu isu yang sensitif dalam perpolitikan Inggris.
Penerimaan migrasi tahunan menunjukkan angka tertinggi 300.000 lebih tahun lalu dan Cameron telah gagal untuk melaksanakan kebijakannya untuk mengurangi angkanya menjadi kurang dari 100.000 orang, demikian seperti dilansir kantor berita AFP. (Uu.Ian/KR-MBR)
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016