"Dunia pendidikan, apalagi anak-anak, harus benar-benar bersih dari hal-hal semacam itu," kata Dede di Jakarta, Selasa, terkait ditemukannya buku untuk Taman Kanak-Kanak (TK) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang mengandung kalimat-kalimat berisi ujaran radikalisme.
"Jangan ada toleransi bagi pihak-pihak yang secara sengaja atau tidak melakukan propaganda radikalisme dan terorisme dengan menyusupkannya dalam buku-buku pelajaran. Ini sangat berbahaya karena anak kecil memiliki daya ingat abadi yang terbawa sampai dewasa," tambah Dede.
Dede mengatakan bila terbukti ada buku-buku pelajaran yang disisipi propaganda radikalisme, bahkan terorisme, hendaknya segera dilaporkan ke Kementerian Agama atau pihak berwenang lainnya. Menurutnya, saat ini Kemenag memiliki kewenangan untuk mengontrol konten buku-buku pelajaran agama.
"Segera laporkan bila menemukan bukti-bukti di lapangan agar nantinya bisa langsung ditindaklanjuti dan ditarik," kata dia.
Sebelumnya, Gerakan Pemuda (GP) Ansor menemukan buku-buku untuk TK dan PAUD di Depok, Jawa Barat, serta di beberapa daerah di Indonesia mengandung kalimat-kalimat berisi ujaran terorisme dan radikalisme.
Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor Benny Ramdani membeberkan bahwa buku paket pelajaran berjudul "Anak Islam Suka Membaca" jilid 1,2,3,4, dan 5 itu ditulis istri pemimpin kelompok radikal di Solo, Jawa Tengah.
Pada bagian lain, Prof Dede menyatakan kampus UIN Jakarta yang pernah kecolongan dijadikan tempat berikrar para pendukung ISIS pada awal keberadaan mereka di Indonesia tahun 2014 kini sudah bersih dari paham radikalisme.
"Tidak ada tempat subur di kampus untuk berkembangnya radikalisme dan terorisme karena semua kurikulum sudah Islam moderat semua," katanya.
Menurut dia, hampir semua kampus UIN di Indonesia juga sudah bersih, bahkan siap berada di garda terdepan dalam pencegahan paham radikalisme dan terorisme di Indonesia.
"Secara formal sudah tidak ada lagi dan tidak akan terjadi lagi propaganda radikalisme di kampus-kampus UIN," kata dia.
Bahkan, lanjut Dede, hampir seluruh PTN di Indonesia sudah disiapkan tameng untuk menangkal paham tersebut.
"Intinya kampus tidak toleran lagi dengan apa yang namanya radikalisme," katanya.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016