Jakarta (ANTARA News) - Lahan gambut adalah salah satu "gudang" karbon atmosferik, karena walaupun hanya mencakup tiga persen keseluruhan daratan Bumi, lahan gambut menyimpan 30 persen karbon yang ada di seluruh dunia. Di kawasan Asia Tenggara sendiri terdapat lebih dari 25 juta hektar lahan gambut, atau 60 persen total lahan gambut tropis dunia. Pada tahun 1987, diperkirakan Indonesia memiliki 17 juta hektar lahan gambut, lebih kecil dari luasan awal yang mencapai 20 juta hektar akibat konversi lahan dan kebakaran. Selama tahun 1987-2000, menurut catatan inisiatif pengelolaan lahan gambut ASEAN, tiga juta hektar gambut kembali lenyap akibat pembukaan lahan untuk penanaman kelapa sawit, karet, dan kebakaran. Lahan gambut Indonesia secara utama tersebar di Pulau Sumatera (4,6 juta hektar), Pulau Kalimantan (3,5 juta hektar), dan Irian Jaya (8,7 juta hektar). Wetlands International, sebuah organisasi penggiat lahan gambut internasional dan berkantor pusat di Belanda, menyebutkan hutan tropis Indonesia mencakup 60 persen lahan gambut seluruh dunia. Lahan gambut hutan hujan tropis biasanya berupa lahan yang basah, rawa-rawa, yang ketika dikeringkan tanahnya dapat menimbulkan kebakaran panjang karena membakar gas karbon dan metana di dalamnya. Keberadaan lahan jenis ini sedang berlomba dengan waktu, karena terus dimusnahkan demi alasan industrialisasi perusahaan kelapa sawit, karet, kertas, dan pulp. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan program biofuel masif, yang memproyeksikan pembukaan lahan untuk kelapa sawit dari 6 juta hektar yang ada saat ini menjadi 26 juta hektar. Wetlands juga memperkirakan ekspansi biofuel Indonesia akan membawa kehancuran hutan hujan tropis dan lahan gambut yang tersisa. Lenyapnya lahan gambut di Indonesia sama dengan pelepasan 50 miliar ton karbon ke lapisan atmosfer, atau setara dengan emisi bahan bakar fosil secara masif selama 6 tahun dan beresiko menaikkan rata-rata suhu Bumi hingga dua derajat Celcius. Soal emisi gas karbon dioksida dari pengeringan lahan gambut dan kebakaran lahan, Indonesia kini telah berada pada posisi ketiga di seluruh dunia. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa satu ton biodisel yang terbuat dari minyak kelapa sawit yang ditanam di lahan gambut Asia Tenggara sama dengan emisi 10-30 ton CO2. Angka ini 2-8 kali lebih banyak daripada karbon yang dihasilkan oleh satu ton diesel berbahan bakar fosil. (*)
Copyright © ANTARA 2007