Setahu saya, status beliau (Ba`asyir, red.) dimintai sumbangan, bukan sengaja menyumbang
Cilacap (ANTARA News) - Tiga terpidana kasus terorisme yang diajukan sebagai saksi dalam sidang peninjauan kembali (PK) kasus Abu Bakar Baasyir menyatakan bahwa pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) itu tidak terlibat dalam pelatihan militer di Aceh.
"Tidak pernah dikaitkan dengan beliau (Baasyir, red.)," kata saksi Qomaruddin alias Abu Musa alias Mustaqim alias Abu Yusuf alias Hafshoh saat memberi kesaksian dalam sidang di Ruang Wijayakusuma, Pengadilan Negeri Cilacap, Jawa Tengah, Selasa.
Sidang lanjutan terhadap PK yang diajukan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir dipimpin majelis hakim yang diketuai Nyoto Hindaryanto serta beranggotakan Zulkarnaen dan Akhmad Budiman.
Lebih lanjut, Qomaruddin mengaku ditunjuk sebagai koordinator latihan militer di Pegunungan Janto, Aceh, oleh almarhum Dulmatin.
Bahkan, kata dia, Dulmatin sama sekali tidak pernah menyebut nama Abu Bakar Baasyir terlibat dalam pelatihan militer itu.
Dengan demikian, lanjut dia, yang memerintah atau perencana latihan militer adalah Dulmatin, bukan Baasyir.
"Setahu saya, status beliau (Baasyir, red.) dimintai sumbangan, bukan sengaja menyumbang. Setahu saya, beliau (Baasyir, red.) selalu menyumbang untuk kegiatan kemanusiaan dan pesantren," kata terpidana kasus pelatihan militer di Aceh yang divonis 10 tahun penjara itu.
Dia mengakui jika pernah diajukan sebagai saksi saat sidang Baasyir di PN Jakarta Selatan namun saat itu, kesaksian tersebut disampaikan melalui teleconference dari Markas Kepolisian Daerah Metro Jaya.
Menurut dia, pelatihan militer di Aceh sama sekali tidak ditujukan untuk menyerang kepolisian ataupun menggulingkan negara melainkan untuk jaga diri terhadap kemungkinan adanya serangan seperti pembantaian terhadap umat Islam di Poso dan Maluku.
"Warga sekitar juga tidak merasa terteror. Bahkan, saat kami dikepung aparat, kami diberi makan oleh warga," katanya.
Kendati demikian, dia mengaku pernah berkirim surat untuk minta dukungan doa kepada Baasyir pascapengepungan lokasi latihan militer oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror.
Menurut dia, surat tersebut dititipkan kepada salah seorang peserta latihan yang hendak pulang ke Solo, Jateng.
Akan tetapi, dia mengaku tidak tahu apakah surat tersebut sampai atau tidak ke tangan Baasyir.
"Saya tulis surat kepada beliau karena beliau sudah sepuh dengan harapan doanya diijabah oleh Allah SWT," katanya.
Saksi lainnya, Abdullah Sonata alias Arman Kristianto juga mengatakan bahwa Baasyir tidak terlibat dalam latihan militer di Aceh.
Bahkan saat bertemu dengan pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Aceh, kata dia, nama Baasyir juga tidak pernah disebut-sebut terkait dengan pelatihan tersebut.
"Tidak pernah disebut-sebut," kata dia yang divonis 10 tahun penjara karena terbukti sebagai pemasok senjata untuk pelatihan militer di Aceh itu.
Sementara saksi Joko Sulistyo alias Mahfud mengaku sebagai orang kedua setelah Qomaruddin alias Abu Yusuf dalam pelatihan militer di Aceh.
Menurut dia, kegiatan di Aceh tidak direncanakan untuk menggulingkan negara.
"Orientasinya lebih ke Palestina," kata dia yang divonis 14 tahun penjara itu.
Sama seperti dua saksi lainnya, Joko juga mengatakan bahwa Basyir tidak terlibat dalam latihan militer di Aceh.
Terkait keterangan yang disampaikan tiga saksi tersebut, tim jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menyatakan bahwa keterangan saksi tidak bisa dijadikan bukti atau novum baru.
"Keterangan saksi tidak bisa memberikan fakta baru karena telah disampaikan di pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," katanya.
Usai mendengarkan keterangan dari tiga saksi yang merupakan terpidana kasus terorisme penghuni sejumlah lembaga pemasyarakatan di Pulau Nusakambangan, Cilacap, sidang diskors untuk salat Zuhur dan makan siang.
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016