"Kampus merupakan penjaga moral, jadi tidak diperkenankan adanya aktivitas yang melanggar tata susila seperti pamer kemesraan atau making love di kampus," ujar Menristekdikti dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.
Secara pribadi dia mengaku tidak bermasalah dengan seseorang yang mendeklarasikan diri sebagai LGBT, bahkan teman baiknya juga seorang transgender, namun dalam akademis tidak masalah.
"Seorang transgender pun berhak mendapatkan pendidikan," terang dia.
Nasir mengaku tak bermasalah dengan kaum LGBT karena hal itu merupakan hak seseorang namun ia mengimbau agar mahasiswa yang mendeklarasikan diri sebagai LGBT tidak pamer kemesraan di kampus dan mengganggu kenyamanan belajar mahasiswa lain.
"Kalau ada kelompok LGBT yang melakukan kegiatan konsultasi, riset atau membantu mereka, silahkan saja asalkan diizinkan kampus. Kampus mempunyai wewenang untuk itu," jelas dia.
Perdebatan antara kaum pro dan kontra terhadap kelompok LGBT kembali memanas setelah kelompok yang menamakan Support Group and Resource Center On Sexuality Studies (SGRC) Universitas Indonesia memberikan layanan konseling bagi kaum gay dan lesbian untuk bercerita mengenai kelainan yang mereka alami.
Pihak UI kemudian membantah bekerja sama dengan SRGC dan mengatakan pihak SRGC tidak pernah mengajukan izin.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengatakan fenomena LGBT merupakan perilaku menyimpang.
"Kita tidak bisa mengingkari adanya fenomena LGBT, tetapi itu tidak berarti bahwa kita harus mengakomodasi dan menerimanya karena perilaku itu jelas-jelas menyimpang," ujar Anwar Abbas.
Oleh karena itu, lanjut Anwar, masyarakat harus berusaha untuk membimbing dan menuntunnya kembali ke kehidupan normal sesuai dengan ketentuan agama dan budaya.
Pewarta: Indriani
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016