"Dengan pasar yang menyusut, kejatuhan harga, dan potensi peningkatan pasokan batu bara dari Tiongkok, Indonesia sedang mengejar kebijakan yang tidak masuk akal untuk terus menambang dan mengekspor batu bara ke dunia yang tidak lagi membutuhkan batu bara," kata Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara Arif Fiyanto di Jakarta, Senin.
Vietnam, menurut dia, menjadi negara yang baru-baru ini melakukan peralihan dramatis dengan mengatakan akan merevisi kembali Rencana Pengembangan Energinya dengan menghentikan penggunaan batu bara untuk beralih ke sumber energi matahari dan angin.
Sementara itu, ujarnya, permintaan batu bara Tiongkok telah jatuh selama lebih dari dua tahun terakhir, dan menjadi sebuah tren yang akan terus berlanjut. Bahkan pengumuman terbaru dari negeri tirai bambu tersebut akan menghentikan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap selama tiga tahun.
Sedangkan permintaan India untuk batu bara impor juga jatuh, karena tenaga surya menjadi lebih murah dari pada pembangkit batu bara di negara tersebut. Menurut dia, pernyataan Menteri Energi India Piyush Goyal beberapa waktu lalu tentang pergerakan cepat India untuk mewujudkan visi energi bersih menjadi terdorong dengan murahnya energi tenaga surya.
"Tetangga dan mitra dagang kita telah menunjukan bahwa batu bara tidak diperlukan untuk mengembangkan ekonomi. Jika pemerintah terus bertekuk lutut atas kepentingan batu bara, negara yang indah ini akan berubah menjadi gurun beracun yang menghasilkan jauh lebih sedikit sumber daya alam, juga menarik lebih sedikit pembeli," kata Arif.
Communication Campaigner Greenpeace Rahma Shofiana mengatakan harga batu bara terus menurun hingga mencapai 52 persen sejak 2011.
Menurut dia, tidak ada alasan pembenar bagi Indonesia untuk terus menerbitkan izin tambang batu bara. Negara ini perlu mencontoh Tiongkok dalam hal menetapkan moratorium tambang batu bara baru, agar dapat menawarkan masa depan bebas polusi bagi masyarakat Indonesia.
"Ini adalah saat yang tepat bagi Indonesia meninggalkan visi membangun negara pada sumber energi fosil, yang sedang ramai ditolak oleh pemerintah berbagai negara dan pasar," ujar dia.
Pewarta: Virna P. Setyorini
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016