Lisbon, Portugal (ANTARA News) - Profesor hukum dan cendekiawan televisi, Marcelo Rebelo de Sousa (67 tahun), menang secara nyata dalam Pemilu Portugal, Minggu, dengan meraih 52 persen suara.
Menjadi kandidat favorit, de Sousa berada jauh di depan pesaing terdekatnya, kandidat independen sayap kiri, Antonio Sampaio da Novoa, yang meraih perolehan suara sebesar 22,89 persen, menurut penghitungan yang hampir menyeluruh. Lima puluh persen suara diperlukan untuk menghindari pemilihan ulang.
Meskipun bersifat seremonial, Kepresidenan Portugal memiliki kekuatan untuk memperbaiki atau merusakkan aliansi rentan yang menguasai negara itu dan memiliki hak untuk membubarkan parlemen jika terjadi sebuah krisis.
Kewenangan itu berarti surat suara diteliti di Eropa, dengan memberi dampak potensial presiden terhadap strategi ekonomi negara itu.
Portugal sedang diawasi Brussels (Uni Eropa) untuk melihat apakah negara tersebut akan tetap mengikuti kebijakan pengetatan ekonomi yang akan membuka paket bantuan sebesar 78 miliar euro (sekitar satu kuadriliun rupiah).
de Sousa, mengatakan dia ingin mengembalikan persatuan nasional saat negaranya bangkit dari krisis ekonomi dan sosial yang mendalam, dia berjanji untuk menjadi presiden yang tidak berada di bawah kendali siapapun dan tidak berpihak.
Mantan Perdana Menteri Portugal, Pedro Passos Coelho, yang konservatif, menjadi salah satu di antara mereka yang pertama kali memberikan selamat, dia mengatakan bahwa kemenangannya di tahap pertama itu memberikan dirinya kewenangan politik yang tidak terbantahkan.
Sejak Pemilu yang tidak meyakinkan diadakan pada Oktober, pemerintah partai sosialis minoritas yang dipimpin Antonio Costa telah bergantung kepada koalisi yang rentan dengan kalangan sayap kiri untuk menjalankan negara dengan penduduk sebesar 10,4 juta jiwa tersebut.
Costa telah berjanji untuk memberlakukan sebuah program moderat yang menjunjung tinggi komitmen-komitmen keuangan Uni Eropa.
Namun itu harus memperhitungkan bahwa dukungan di parlemen yang beranggotakan partai komunis dan partai hijau itu penting terhadap ketentuan pembelanjaanUni Eropa dan keanggotaan Portugal di dalam NATO.
Dikenal para pemirsa televisi sebagai Profesor Marcelo, dia bersaing dengan modal popularitas yang ia bangun selama beberapa dasawarsa di mata publik.
Dia didukung oleh partai-partai sayap kanan namun menyatakan dia berdiri sendiri, menegaskan bahwa dia tidak akan memihak suatu partai namun berusaha untuk menguasai di atas persaingan.
Sebelum pemilihan umum, dia telah berjanji untuk melakukan segala yang dia bisa untuk memastikan kestabilan pemerintahan yang ada saat ini.
"Dia merupakan kandidat yang disetujui secara umum dan seorang moderat yang meraih suara baik dari golongan kiri maupun kanan," ujar seorang analis politik, Jose Antonio Passos Palmeira kepada media.
Akan tetapi, citra de Sousa membagi opini publik.
"Profesor Marcelo adalah kandidat terbaik. Dia merupakan seorang politisi yang berpengalaman dan memberikan kepercayadirian," ujar seorang pemilih, Cesario Correia.
Namun akuntan berusia 57 tahun, Jose Nascimento, tidak meyakini hal itu. "Marcelo merupakan seorang artis, yang kepribadiannya menjanjikan semuanya ke semua orang."
Jika terpilihnya dia telah dikonfirmasi secara resmi, dia akan meneruskan Anibal Cavaco Silva, seorang dari partai konservatis yang telah memerintah selama dua periode lima tahun berturut-turut dan yang enggan untuk memberikan kekuasaan kepada koalisi sayap kiri yang dia anggap sebagai tidak koheren.
Tingkat ketidakhadiran pemilihan umum Minggu lalu diperkirakan sebesar 51,2 persen, lebih rendah dari pemilihan umum sebelumnya yang diadakan 2011 lalu sebesar 53,5 persen.
Presiden terpilih nantinya akan disumpah pada 9 Maret.
Akan tetapi, di bawah konstitusi Portugal, dia tidak berhak untuk menggunakan kewenangannya untuk membubarkan parlemen hingga April, saat jangka waktu enam bulan telah lewat sejak pemilihan umum sebelumnya.
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016