Ia mengaku "Ello" merupakan panggilan yang hanya digunakan sang ibu, penyanyi Diana Nasution yang berpulang beberapa tahun yang lalu.
Marcello, berayah musikus Minggoes Tahitoe, mengaku kurang nyaman dengan nama tersebut, apalagi, teman-teman lamanya pun mengenalnya sebagai Cello.
Album baru, nama baru, ia pun tampil dengan penampilan baru yang lebih urakan, rambut gondrong dan kumis-janggut lebat. Penampilan klimis dia akui tidak nyaman untuknya.
Marcello Tahitoe begitu bersemangat menceritakan dirinya dan musik barunya, berikut petikan wawancaranya.
Ganti nama panggung jadi Marcello Tahitoe, sosok seperti apa yang ingin ditunjukkan?
Nah, itu dia tuh. Pertanyaan bagus... (diam sejenak). Gue pingin musik gue lebih kelihatan daripada gue. Gimana caranya tuh? Begitulah.. Bisa nggak ya?
Soal penampilan?
Penampilan buat gue nomor sekian lah. Yang penting, hati dulu, baik sama orang hehehe. Habis itu, baru pekerjaan-pekerjaan, di bawahnya baru penampilan.
Sudah lama terkenal dengan nama "Ello", kenapa mulai dari nol lagi dengan nama baru?
Gue suka banget. I know it would be hard.. Begini, waktu album pertama tahun 2005, Puji Tuhan, langsung sukses. Sekarang ini, mulai dari nol lagi, gue betul-betul bisa melewati proses 'oh, kayak gini ya, perjuangannya'. Beberapa materi baru ini, orang masih belum mudeng dengan nama baru gue, kan. Di situ lah tantangannya untuk bisa lebih kreatif dalam mempromosikannya, banyak ide menarik.
Start fresh.. Start from the sratch kali ya, akan bisa punya impact yang bagus.
Tidak takut penggemar kabur?
Gue nggak tahu deh. Kayaknya ada satu generasi yang nggak mudeng Ello siapa hahaha. Dengan penampilan seperti ini, orang banyak yang nggak tahu juga.
Kalau pun ada penggemar yang baru, gue berharap mereka melihat apa yang gue tampilkan sekarang, yaitu musik gue yang pertama, bukan casing, penampilan atau pribadi. Lebih baik ke karyanya.
Dari 10 lagu di album baru, apa yang dituangkan?
Hati gue dan sejujurnya idealisme gue. Ternyata setelah gue sadari, gue termasuk orang yang lumayan idealis. Dalam segi apa pun hehehe. Gue rada nggak terlalu suka dengan apa yang orang lain bikin dan lebih baik pakai cara gue sendiri untuk melakukan itu.
Makanya, judul albumnya "Jalur Alternatif", karena nggak harus ngikutin jalur yang besar juga untuk bisa sampai ke sana, masih banyak jalur yang lain.
Tapi, kamu bergabung dengan label besar, apa pengaruhnya?
I don't really care.. I don't know about that. Ya, memang major label katanya lebih business wise daripada yang minor. Tapi, gue mencoba untuk menggabungkan dua-duanya. Kreativitasnya, mungkin, gue pake sepenuhnya dari mental anak-anak yang memang tak peduli dengan apa yang terjadi di pasar. Gue berharap major label ini dari segi distribusinya. Gue bisa memakai distribusinya untuk lebih luas.
Jadi, kamu datang ke label dengan konsep matang?
Iya. Jadi, tugasnya label untuk bagaimana menjual dan mempromosikannya.
Bagaimana format di album baru?
Band. Sebenarnya album ini sederhana banget kalau ngomongin musiknya, seperti apa yang gue bawain di panggung. Di beberapa album sebelumnya, ada beberapa instrumen atau pengisian yang memang nggak mungkin dibawain di panggung. Gue anaknya anti-sequencer, nggak suka banget. Gue nggak suka ada komputer di atas panggung. Bagaimana gue bisa memaksimalkan di panggung sound-nya sama seperti rekaman.
Materi sudah ada dari 2010, kenapa tertunda lama sampai 2016?
Jadi, waktu itu udah ada 25 lagu. Tahun 2011 gue keluarin album, waktu itu masih berkompromi sama pasar. Gue dikasih titipan lagu dari label, kalau sekarang nggak. Gue benar-benar bikin semua lagu sendiri, dikasih kebebasan rekaman sendiri suka-suka. Yeeess!! Hahaha...
Kerja di bidang seni, kreativitas kalau dibiarkan mengalir sendiri tanpa harus dipaksakan, menurut gue itu proses kreatif yang benar. Memang, harus ada evaluasi, cek dan ricek, quality check tetap ada. Tapi, essence dari konsepnya itu nggak terkontaminasi dengan elemen-elemen "yang laku kayak gini nih.. Kayaknya gondrong nggak zaman". Gue nggak peduli.
Bagaimana bisa dari 25 ke 10 lagu?
Gue percaya, kalau belum waktunya, ya belum waktunya. Mungkin ini memang saatnya harus keluar dengan menunggu enam tahun. Nggak papa, yang penting ngamen terus hahaha.
Ada 15 lagu lagi buat album berikutnya. 10 lagu. Saat bikin album dulu, kan kompromi mana lagu yang laku di pasar. Sisanya gue simpen buat album idealis gue. Akhirnya yang idealis keluar juga. Masih ada 5 lagu lagi. Berarti sekitar 30 lagu karena gue udah bikin untuk dua album ke depan dari 2010.
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016